Selasa, 31 Mei 2022

Guru "Smart", Guru Pemberdaya

 





"Pendidikan akan menghasilkan tiga guna yang luar biasa yang dinamakan Tri Rahayu: Hamemayu Hayuning Sarirom, Hamemayu Hayuning Bongso, dan Hamemayu Hayuning Buwono. Maknanya, memelihara diri, menjaga dan memelihara bangsa, menjaga dan memelihara alam semesta." (Ki Hadjar Dewantara)




Kutipan di atas merupakan sepenggal filosofi pendidikan dari Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hadjar Dewantara (KHD), yang saya ambil dari presentasi Dr. Fahruddin Faiz, S.Ag.,M.Ag. dalam acara NGUPING SATUGURU di kanal Youtube PANDI Indonesia. Sebuah kutipan yang sarat makna, sebagaimana filosofi beliau yang lainnya berkaitan dengan pendidikan.

Salah satu filosofi KHD yang tak kalah terkenalnya adalah analogi pendidik sebagai seorang petani yang merawat tanaman padinya secara optimal namun tak bisa mengubahnya menjadi tanaman jagung atau lainnya. Pendidik atau guru hanya dapat menuntun anak didiknya menjadi pribadi yang baik dan bermanfaat bagi orang lain, namun tidak bisa mengubah kodrat yang dimilikinya menjadi orang lain.

Salah satu peran guru adalah sebagai pemimpin pembelajaran yang mandiri, reflektif, kreatif, inovatif, dan kolaboratif. Jika guru memiliki kompetensi tersebut, sudah sepatutnya ia disebut guru yang smart, cerdas dalam mengolah daya pikirnya, menghasilkan sesuatu yang baru, unik, dan bermanfaat bagi orang lain terutama muridnya.

Guru yang cerdas selalu mencari ide-ide menarik dan unik yang dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelasnya. Ia akan selalu haus pembaharuan bagi anak didiknya yang disesuaikan dengan kodrat alam dan kodrat zaman mereka. Contohnya, dalam era digitalisasi sekarang ini, guru dituntut untuk mempunyai kompetensi digital yang mumpuni, atau paling tidak, mengetahui teknologi digital yang dapat digunakan dalam pembelajaran. 

Di samping itu, guru yang smart akan selalu memperhatikan aset berharga yang berada di sekitarnya dan berusaha untuk memberdayakannya. Seperti halnya, aset yang dimiliki sekolah yaitu aset manusia, aset fisik, aset sosial, aset lingkungan, aset modal, aset politik, dan aset agama/ budaya. Ketujuh aset utama tersebut akan sangat berharga dan berfungsi dengan baik apabila sebagai guru, kita mampu memberdayakan dan mengembangkannya sebagai media pembelajaran yang berpihak pada murid.

Sebagai Calon Guru Penggerak (CGP), saya dan rekan-rekan guru yang lainnya telah mempelajari bagaimana menyusun program yang berpihak pada murid dengan menggunakan aset yang tersedia di sekitar sekolah. Program-program unggulan CGP dari grup kami sangat bagus dan beragam. Tentu saja, program kami harus diujicobakan terlebih dahulu. Ketika program berhasil kami jalankan, maka rasa senang, puas, terharu, dan bangga menghiasi perasaan kami.

Saya sendiri, telah memilih dan mencoba menyusun program yang saya namakan "Englishpreneur". Sebagai guru Bahasa Inggris di SMPN 2 Subang, saya telah menjalankan tugas sebagai pembimbing ekstrakurikuler English Club selama hampir 5 tahun. Berbagai upaya saya lakukan untuk meningkatkan minat siswa terhadap mata pelajaran yang satu ini. English Club hadir sebagai wadah kreativitas murid dalam belajar Bahasa Inggris yang lebih menarik dan menyenangkan. 

Englishpreneur adalah salah satu bagian dari program ekstrakurikuler English Club. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi dan kreativitas murid dalam belajar Bahasa Inggris dengan mengenalkan dunia wirausaha yang sangat praktis dan tentunya menyenangkan. Melalui Englishpreneur, murid dapat menyalurkan bakat dan kreativitasnya dalam membuat desain yang berisi materi pelajaran yang telah dipelajarinya di kelas. 

Hasil akhir dari program ini berupa produk kaos dan cover buku tulis dengan desain materi pelajaran Bahasa Inggris yang dirancang oleh murid-murid anggota English Club. Desain dibuat memakai aplikasi Canva yang sudah sangat familiar bagi mereka. Murid sangat antusias mengikuti program ini. Hasil produk akan dipasarkan dengan memberdayakan aset koperasi siswa dan aset lingkungan berupa lapangan olah raga yang berlokasi di dekat sekolah. Tak lupa, momen Pekan Kreativitas Siswa (PKS) juga dimanfaatkan sebagai ajang pameran hasil karya siswa. Satu lagi, aset media sosial pun kami gunakan untuk memperluas networking pemasaran produk kami.

Dari tulisan saya di atas, saya berharap, akan banyak lahir guru penggerak di seluruh Indonesia, yang mampu dan mau untuk memberdayakan aset di lingkungan sekolahnnya. Dengan demikian, Indonesia akan mempunyai guru-guru yang cerdas dan berdaya, yang mampu melahirkan anak didik yang cerdas, kreatif, dan berdaya pula, sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila yang diidamkan oleh bangsa ini. Sehingga, tujuan dari merdeka belajar itu sendiri akan tercapai yaitu belajar yang mengutamakan kebutuhan murid, belajar yang berpihak dan berdampak pada murid.






Sabtu, 05 Maret 2022

Peduli Lindungi, Peduli Sayangi

Tugas 3.1.a.9 Koneksi Antar Materi 
Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran


                                                               Sumber: Google.com

"Kebahagiaan bukanlah sesuatu yang siap dibuat. Itu datang dari tindakan Anda sendiri." 
(Dalay Lama XIV)


Materi modul 3.1

Setelah mempelajari modul ini, saya merasa mendapat bimbingan bagaimana mengambil keputusan yang benar sebagai seorang pemimpin pembelajaran. Pengenalan tentang bujukan moral dan dilema etika telah membuka mata saya terhadap masalah moral dan etika yang sering saya lihat dan pernah saya alami sendiri. 

Dalam modul ini, saya menemukan pengetahuan baru yang berhubungan dengan moral dan etika serta bagaimana cara menghadapi keduanya. Bujukan moral adalah situasi ketika seseorang harus membuat keputusan antara benar dan salah. Salah satu contohnya, ketika kita menerima tawaran hadiah dari orang tua murid dengan tujuan agar anaknya yang tidak pernah mengikuti pembelajaran dan tidak mengerjakan tugas, mendapatkan nilai yang cukup untuk naik kelas ke jenjang berikutnya. Tindakan ini tentu saja tidak bisa dibenarkan dan kita tidak boleh menerimanya.

Berbeda dengan bujukan moral, dilema etika muncul ketika seseorang harus memilih antara 2 pilihan di mana kedua pilihan tersebut benar secara moral namun bertentangan. Sebagai contoh, manakala kita menemukan kasus murid yang terlambat mengembalikan buku yang dipinjamnya dari perpustakaan. Sesuai aturan, murid tersebut harus membayar dendanya. Namun, hati nurani bicara ketika mengetahui bahwa murid tersebut tidak pernah mendapatkan uang saku dari orang tuanya yang sudah lama tidak bekerja. Tentu saja, dilema ini bukanlah kasus yang mudah untuk diputuskan solusinya. Perlu pemikiran yang matang agar tidak memberikan kerugian pada guru ataupun murid.

Untuk membantu kita mengambil keputusan, modul ini mengenalkan 4 paradigma/ kategori dilema etika yang sering terjadi di sekitar kita, yaitu:

  1. Individu lawan Masyarakat (Individual vs Community)
  2. Rasa keadilan lawan Rasa belas kasihan (Justice vs Mercy)
  3. Kebenaran lawan Kesetiaan (Truth vs Loyalty)
  4. Jangka pendek lawan Jangka panjang (Short term vs Long term)
Selanjutnya, kita mempelajari 3 prinsip berpikir dalam pengambilan keputusan. Ketiga prinsip tersebut adalah:
  1. Ends-Based Thinking (Berpikir berdasarkan hasil akhir)
  2. Rule-Based Thinking (Berpikir berdasarkan aturan)
  3. Care-Based Thinking (Berpikir berdasarkan rasa peduli)
Nah, dari ketiga prinsip berpikir di atas, manakah yang sering kita gunakan ketika memutuskan sebuah solusi?

Terakhir, modul ini mengajak kita berlatih mengambil keputusan dengan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Apa saja langkahnya? Berikut adalah jawabannya:
  1. Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan
  2. Menetukan siapa yang terlibat
  3. Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan
  4. Menguji benar salah
    • Uji legal (apakah melanggar hukum?)
    • Uji regulasi (apakah melanggar aturan atau etika?)
    • Uji intuisi (perasaan/ intuisi pribadi terhadap kondisi yang terjadi)
    • Uji publikasi (apakah layak dipublikasikan? Apa dampak yang mungkin terjadi jika dipublikasikan?)
    • Uji Panutan/ idola (bayangkan panutan/ idola anda, apa yang dilakukannya ketika menghadapi kondisi tersebut?)                
      5. Menguji paradigma benar lawan benar
      6. Melakukan prinsip resolusi (3 prinsip berpikir)
      7. Investigasi opsi trilema (opsi alternatif)
      8. Buat keputusan
      9. Lihat lagi keputusan dan refleksikan

Kaitan materi dengan modul sebelumnya

Dalam pengambilan keputusan, hendaknya kita mengingat kembali tujuan pendidikan yang dinyatakan oleh Ki Hadjar Dewantara (KHD) yaitu menuntun murid dengan segala kodrat yang dimilikinya untuk memperoleh keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya dalam hidup sebagai pribadi dan anggota masyarakat. Berdasarkan pernyataan tersebut, adalah wajar jika kita mempertimbangkan keselamatan dan kebahagiaan murid terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan.

Semboyan KHD yang terkenal, ing arso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani, juga dapat dijadikan rujukan dalam pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Berpihak pada murid, akan selalu menyertai pemikiran kita. Jika kita ingin dihargai dan dimuliakan oleh murid, maka hargai dan muliakanlah mereka dulu.

Pada saat merencanakan pembelajaran, guru sebagai pemimpin pembelajaran harus mampu memutuskan desain pembelajaran yang memerhatikan semua kebutuhan muridnya yang beragam. Tak hanya berfokus pada murid yang cepat memahami ( fast learners) saja, akan tetapi juga pada mereka yang lambat memahami (slow learners). Dengan memutuskan penggunaan konten, proses, dan produk yang berbeda dalam sebuah pembelajaran, berarti guru telah membuat keputusan yang sangat tepat.

Pengambilan keputusan oleh seorang pemimpin pembelajaran harus dilakukan secara sadar (mindfulness), tidak dengan emosi ataupun tergesa-gesa. Seorang pengambil keputusan juga harus menguasai 5 Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE) yaitu kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial, keterampilan berhubungan sosial, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.

Segitiga restitusi, sebagai sebuah alternatif pemecahan masalah yang terjadi di kelas atau di sekolah, merupakan wujud pengambilan keputusan oleh seorang guru. Teknik yang dilakukan tidak bersifat melemahkan murid. Justru sebaliknya, segitiga restitusi akan menguatkan keberadaan murid dalam komunitasnya karena merasa tidak disalahkan melainkan secara sadar mengakui kesalahannya. Murid akan diakui kembali oleh rekan-rekannya sebagai orang yang tidak bersalah. Dalam hal ini, prinsip berpikir berdasarkan rasa peduli (care-based thinking) harus selalu dikedepankan.

Alternatif lainnya adalah "coaching". Coaching merupakan salah satu cara pengambilan keputusan yang tidak menggurui dan memberikan solusi. Dengan komunikasi yang efektif dan positif, murid akan mampu menemukan solusinya sendiri dari masalah yang dihadapinya.

Sangat jelas rasanya, arah dari tulisan saya dengan judul di atas. Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, kita harus mampu mengambil keputusan yang berpihak pada murid. Keputusan yang melindungi mereka dan membuktikan kasih sayang kita sebagai orang tua kedua di sekolah. Tentunya, kita akan membutuhkan kesabaran ekstra dalam melaksanakannya. 

Lindungi dan sayangi murid-murid kita seperti kita melindungi dan menyayangi anak sendiri. Kedua nilai kebaikan tersebut sudah menjadi ciri khas dari seorang guru. Sama halnya dengan apa yang diajarkan oleh panutan kita umat muslim, Rasulullah Muhammad SAW, yang selalu mencotohkan sifat-sifat baik bagi umatnya supaya selamat di dunia dan akhirat.

Subang, 5 Maret 2022
Salam Guru Penggerak!



Guru "Smart", Guru Pemberdaya

  "Pendidikan akan menghasilkan tiga guna yang luar biasa yang dinamakan Tri Rahayu : Hamemayu Hayuning Sarirom, Hamemayu Hayuning Bong...