Rabu, 28 April 2021

Mengenal Penerbit Mayor

 









Bismillaahirrahmaanirrahiim...

Cuaca siang ini lumayan bikin adem. Sejak pagi, sang mentari tak segalak kemarin. Panas yang disebarkan tak begitu terasa. Mendung menggantung di kota Subang. Alhamdulillah, semoga puasanya lancar.

Di siang yang adem ini, kembali saya menyimak kegiatan belajar menulis di grup WA Pelatihan Belajar Menulis Gelombang 18. Tak terasa sudah memasuki pertemuan ke-11. Seperti usia remaja, remaja yang sedang aktif-aktifnya. Mudah-mudahan saya dan para peserta yang lain juga sama aktifnya.

Kelas dibuka tepat pukul 13.00 oleh moderator, Pak Bambang Purwanto, atau lebih dikenal dengan panggilan Mr.Bams. Sebagai narasumbernya, telah siap Pak Edi S. Mulyanta S.Si, M.T. dengan materinya tentang "Penerbit Mayor".  

Seperti biasa, sebelum masuk ke pemaparan materi, moderator memperkenalkan profil narasumber. Di dalam curiculum vitae tentang Pak Edi disebutkan bahwa Pak Edi lahir di Yogyakarta pada tanggal 24 Mei 1969. Mempunyai seorang istri dan 3 orang anak. Beliau sekarang menjabat sebagai Publishing Consultant & E-Book Development Andi Publisher. Pendidikan terakhir beliau tempuh di UGM, baik S1 maupun S2. 

Riwayat pekerjaan beliau sangat luar biasa. Kita lihat saja di bawah ini:








Sekarang kita simak karya tulis buku beliau yang tak kalah menakjubkan:








Di sesi penyampaian materi, Pak Edi mengawalinya dengan memberi salam kepada peserta dan menceritakan pengalaman beliau dalam dunia penerbitan dan penulisan. Sebelum bergabung di Penerbit Andi, Pak Edi adalah seorang penulis lepas. Beliau hidup dari menulis. Hingga saat ini, beliau sudah 20 tahun bersama Penerbit Andi. Siang ini, beliau akan berbagi pengalaman selama menjadi bagian dari Penerbit Andi.

Menurut Pak Edi, ada pengalaman yang tak seperti biasanya di Penerbit Andi selama hampir 1 tahun ini. Hal itu disebabkan karena adanya pandemi Covid-19, sehingga perputaran bisnis di Penerbit Andi mengalami perubahan yang luar biasa.

Pada bulan Maret 2021, kegiatan penerbitan sudah mulai normal kembali. Tetapi, tantangan yang dihadapi akibat pandemi tidak bisa dihadapi dengan mudah dan cepat. Hal serupa juga terjadi pada semua penerbit lainnya, baik penerbit mayor maupun penerbit minor. 

Lebih jauh, Pak Edi menyatakan bahwa dunia penerbitan adalah dunia bisnis semata, yang disisipi idealisme di dalamnya. Makanya, setiap penerbit mempunyai visi dan misi yang berbeda. Di dalam bisnis, tujuan utamanya pastilah keuntungan. 

Outlet utama dari bisnis penerbitan buku adalah pasar toko buku. Selain itu, ada juga pasar di luar toko buku, yang tak kalah pentingnya dalam proses penerbitan buku. Toko-toko buku tersebut merupakan soko guru dari bisnis penerbitan dan menjadi sebuah ekosistem yang khas dalam dunia penerbitan.

Berikutnya, Pak Edi mengutip Undang-Undang Nomor 3 tahun 2017, tentang sistem perbukuan di Indonesia: 





Permasalahan yang muncul adalah pada tahap pendistribusian materi yang telah diproses untuk dapat meningkatkan literasi baca di Indonesia. Menurut UU No. 3 tahun 2017, pengertian literasi adalah sebagai berikut:


 




Selanjutnya, Pak Edi mengemukakan tentang tugas penerbit dan penulis. Penerbit bertugas mendapatkan naskah yang dapat diproses menjadi buku. Sedangkan penulis bertugas mengirimkan naskah buku yang memenuhi kriteria kepada penerbit. Naskah buku adalah draft karya tulis dan/ atau karya gambar yang memuat bagian awal, isi, dan akhir. Penerbit akan mengolah naskah buku penulis menjadi komoditas berupa buku cetak maupun e-book sesuai dengan perkembangan zaman.

Lalu bagaiamana dengan buku menurut undang-undang? Buku disebutkan sebagai iuran atau outcome yang diakui undang-undang sebagai syarat untuk memenuhi kewajiban guru, dosen, ataupun tenaga-tenaga di pemerintahan.

Pak Edi juga menyertakan manfaat dari ISBN seperti dalam gambar berikut:









Setiap penerbit akan diberi nomor tanda keanggotaan IKAPI, seperti halnya Penerbit Andi.









Setiap penerbit diperbolehkan mengajukan nomor ISBN ke Perpustakaan Nasional. Dalam perkembangannya, Perpusnas memberikan penanda tertentu dalam ISBN untuk menunjukkan skala produksi penerbitannya. Semakin besar output dan distribusinya, semakin banyak pula ISBN yang dikeluarkan oleh Perpusnas. Kemudian, Perpusnas mengeluarkan kode produksi buku di ISBN dalam bentuk Publications Element Number.

Di akhir materi, Pak Edi menceritakan kegamangannya terhadap bisnis penerbitan setelah adanya pandemi. Namun, Penerbit Andi tak kenal putus asa, selalu berusaha membuat inovasi dalam dunia penerbitan. Dengan adanya perkembangan teknologi digital, maka penerbitan pun mengikutinya dengan cara menerbitkan buku digital. Kita dapat melihat beberapa contoh buku digital dan proses pemasarannya di link http://bukudigital.my.id atau http://ebukune.my.id

Inovasi berikutnya yaitu dengan membuat beberapa saluran atau kanal digital sebagai wadah untuk mengembangkan pendistribusian ilmu pengetahuan. Sebagai contohnya, channel TV Andi di Youtube. Selain itu, Penerbit Andi juga mengembangkan Production House Andi Academy, sebagai cara untuk terus mengobarkan semangat mencerdaskan kehidupan bangsa melalui penerbitan buku.

Pak Edi berharap semoga pandemi ini cepat berakhir sehingga toko-toko buku akan ramai kembali dikunjungi pembaca, yang pada akhirnya akan meningkatkan produktifitas penerbitan buku. Tak lupa, beliau juga menyarankan agar para guru tetap mengirimkan usulan naskah ke penerbit, baik mayor maupun minor. Tulisan yang ber-ISBN akan menghasilkan outcome yang berdampak, serta yang terpenting, ilmu kita tak akan hilang ditelan zaman.

Di sesi tanya jawab, pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan sangat berbobot (mungkin karena temanya tentang penerbit mayor kali ya?) Sebagian besar peserta menanyakan kriteria naskah yang bisa lolos ke penerbit mayor. Seperti pertanyaan yang diberikan oleh Bu Weni Elisa mengenai kriteria naskah buku yang sesuai dengan penerbit mayor. Sebagai jawabannya, Pak Edi mengatakan bahwa kriteria naskah harus sesuai dengan visi misi penerbit. Penerbit Andi adalah penerbit buku pengayaaan pendidikan dasar, menengah, dan perguruan tinggi. 70% buku yang diterbitkan adalah buku pendidikan dan 30% yang bertema buku umum.

Pak Syamsul Badri juga menanyakan tentang definisi buku yang baik supaya dapat diterima oleh penerbit mayor. Untuk pertanyaan ini, Pak Edi memberikan jawaban dalam bentuk gambar berikut:



   






Kemudian inilah penjelasan lebih lanjut dari Pak Edi:









Sebagai closing statement, Pak Edi memberikan motivasi kepada para peserta sebagai berikut:







Luar biasa sekali materi hari ini. Pengetahuan saya tentang dunia penerbitan semakin bertambah. Terima kasih Pak Edi atas ilmu yang sangat bermanfaat ini dan juga motivasinya untuk kami para penulis pemula. Semoga kami dapat menghasilkan karya buku yang bisa diterbitkan oleh penerbit mayor seperti Penerbit Andi. Sukses selalu Penerbit Andi dan penerbit-penerbit yang lainnya.


Tanggal kegiatan: 28 April 2021
Resume ke: 11
Tema: Penerbit Mayor
Narasumber: Pak Edi S. Mulyanta, S.Si, M.T.
Gelombang: 18

Senin, 26 April 2021

Teknik dan Kiat Memasarkan Buku Bersama Omjay

 









Bismillahirrahnmaanirrahiim...

Alhamdulillah, siang ini saya bisa menyimak materi Pelatihan Belajar Menulis bersama Omjay, pas pertemuan yang ke-10. Kali ini, Omjay tampil menjadi narasumbernya, sementara moderator acara adalah Pak Sucipto Ardi. 

Tepat pukul 13.01, Pak Cip, panggilan akrab untuk Pak Sucipto, membuka kelas dengan menyapa peserta dan mengajak kami semua membaca basmallah sebelum memulai kegiatan. Berikutnya, Pak Cip memperkenalkan profil narasumber yang sudah tak asing lagi bagi para penulis, khususnya peserta pelatihan belajar menulis dari gelombang 1 hingga 18 sekarang ini. Ya, Pak Wijaya Kusumah, M.Pd, yang sekarang sedang menyelesaikan disertasinya untuk meraih gelar Doktor.

Sebelum memulai materi, moderator memberitahukan susunan acaranya:





Di samping itu, Pak Cip sebagai moderator juga menyampaikan hal berikut:





Tibalah saatnya, Omjay menyajikan materi hari ini yang bertema "Teknik Memasarkan Buku". Omjay mengatakannya sebagai pengalaman cara baru memasarkan buku. Lebih tepatnya lagi, teknik memasarkan buku yang jitu dan banyak dibeli oleh pembaca.

Lebih lanjut Omjay mengatakan bahwa untuk bisa memasarkan buku yang bermutu, seorang penulis harus mengetahui bagaimana menulis dan menerbitkan buku. Materi tersebut sudah disampaikan oleh para narasumber sebelumnya dalam kelas ini. 

Menurut Omjay, penulis yang baik adalah pembaca yang baik. Dia akan mengetahui bahwa tulisannya bagus setelah membaca isinya. Biasanya, penulis akan menyertakan iklan atau promosi supaya buku yang diterbitkan layak untuk dimiliki.

Selanjutnya, Omjay memberikan tips jitu supaya bukunya banyak dibeli orang. Menurut beliau, ketika kita akan menerbitkan buku di penerbit indie, carilah editor yang handal. Beliau tak pernah merangkap menjadi penulis sekaligus editor. Beliau menyerahkan tugas editor kepada yang sudah ahli di bidangnya.

Berbeda dengan penerbit indie, penerbit mayor sudah memiliki editornya sendiri, sehingga buku layak untuk dipasarkan ke seluruh Indonesia. Bisa juga ke manca negara, jika marketingnya sudah merambah ke luar negeri.

Untuk mengetahui teknik memasarkan buku, kita bisa mencarinya di Google.com. Cara yang paling banyak digunakan adalah dengan media digital atau media sosial. Banyak sekali iklan buku baru bertebaran di internet. Buku akan menemukan takdirnya, ada yang laku dan ada yang sebaliknya. Omjay sendiri menggunakan Youtube dan Instagram untuk memasarkan bukunya.

Berikut ini adalah beberapa contoh iklan buku Omjay:



  



















Selain contoh foto-foto di atas, cara Omjay mempromosikan bukunya adalah lewat video di channel Youtube seperti di bawah ini:




Beberapa koleksi buku terbaru Omjay, bisa dilihat di link berikut ini:







Untuk promosi bukunya di instagram, Omjay belajar pada putrinya, Intan, yang kebetulan sedang memasarkan produk Al-Quran dengan tampilan dan kertas yang sangat bagus. Cara beriklan putrinya lebih keren dan bergaya story telling.

Selain melalui Youtube dan Instagram, Omjay juga mempromosikan bukunya di blog. Banyak pembaca yang sudah membeli bukunya dari seluruh nusantara, bahkan dari Negeri Jiran, Malaysia, Singapura, dan Brunai. Wah...memang hebat Omjay ini!

Kiat sukses untuk memasarkan buku menurut Omjay adalah adanya kolaborasi. Kita harus bekerja sama dengan orang lain agar buku yang diterbitkan laku di pasaran. Bagi penulis pemula, dunia maya adalah tempat yang paling sesuai untuk mempromosikan bukunya. Jika kita mengalami kegagalan, jangan menyerah. Berusahalah sampai akhirnya berhasil dipasarkan. 

Omjay bercerita tentang sosok Almarhum Hernowo Hasim. Seorang penulis handal yang sangat produktif. Meskipun begitu, buku yang menjadi best sellernya hanya sedikit. Salah satu contohnya adalah berjudul Andaikan Buku Sepotong Pizza. 

Buku yang diterbitkan oleh penerbit mayor lebih banyak pembelinya. Hal ini disebabkan karena mereka mempunyai tenaga pemasaran yang berpengalaman dan juga memiliki media sosial yang bagus. Salah satu penerbit mayor yang selalu melakukan inovasi adalah penerbit Andi Yogyakarta. Omjay sangat suka dengan penerbit Andi karena sering mengadakan webinar dan bersertifikat. Kita dapat mempelajarinya di channel youtube TV Andi.

Di sesi tanya jawab, seperti biasa, peserta mengajukan pertanyaan ke WA moderator lalu diteruskan ke grup kelas menulis. Sebagian besar pertanyaan berkisar tentang pemasaran buku, terutama untuk penulis pemula. Seperti pertanyaan yang datang dari Ibu Umi Agus Farida dari Kalimantan Selatan. Bu Umi menanyakan tentang pemasaran buku di daerah terpencil. Jawaban dari Omjay, untuk pemasarannya harus melalui jalan darat. Maka dari itu, sangat diperlukan tali silaturahmi.

Berikutnya, pertanyaan dari Ibu Maesaroh dari Lebak, Banten. Bu Mae menanyakan bagaimana menumbuhkan rasa percaya diri untuk memasarkan buku untuk penulis pemula yang belum memiliki personal branding seperti penulis terkenal. Untuk pertanyaan ini, Omjay mengatakan bahwa kita butuh proses untuk mendapatkan kepercayaan diri. Omjay saja perlu waktu 15 tahun untuk membangun personal branding, apalagi kita? Kita harus bersabar menikmati prosesnya untuk mendapatkan apa yang kita inginkan.

Untuk pertanyaan saya tentang bagaimana menentukan harga buku yang akan dijual, Omjay memberikan jawaban sebagai berikut:






Tak cukup dengan jawabannya yang diketik di grup WA, Omjay juga menyertakan voice note untuk saya. Wah...saya jadi tersanjung nih. Terima kasih Omjay atas penjelasannya. Mudah-mudahan saya juga bisa menjual buku sebanyak-banyaknya, aamiin...

Pertanyaan menarik dari Pak Syamsul Badri mengenai pengaruh judul dan cover buku terhadap penjualan buku. Menurut Omjay, cover buku adalah wajah kita. Orang akan membeli buku kita setelah melihat covernya. Untuk itu, kita butuh bantuan desainer cover yang berpengalaman. Seorang penulis tidak bisa membuat cover bukunya sendiri jika tidak mempunyai bakat dalam hal itu.

Sebagai closing statement, Omjay memberikan pesan kepada peserta sebagi berikut:





Saat azan Ashar bergema, kegiatan belajar menulis pun berakhir, ditutup oleh Pak Cip dengan ucapan hamdallah. Terima kasih Omjay atas ilmu marketing bukunya yang sangat bermanfaat dan memotivasi. Sukses selalu buat Omjay.

Salam blogger persahabatan...

Tanggal Kegiatan: 26 April 2021
Resume ke: 10
Tema: Teknik  Memasarkan Buku
Narasumber: Wijaya Kusumah, M.Pd
Gelombang: 18

Minggu, 25 April 2021

Mengenal Mental dan Naluri Penulis










Bismillaahirrahmaanirrahiim...

Hari Jumat, 23 April 2021, adalah waktunya saya kembali mengikuti Pelatihan Belajar Menulis Gelombang 18 di WA grup menulis. Tak terasa, kami sudah memasuki pertemuan yang ke-9. Kali ini, tim menunjuk narasumber wanita muda penuh talenta, siapa lagi kalau bukan Neng Ditta Widya Utami. Saya sangat bangga karena Neng Ditta berasal dari daerah yang sama dengan saya, yaitu Subang, Jawa Barat. Semoga saya dapat terpapar virus pinternya dalam menulis, aamiin...

Berhubung kegiatan ini dilaksanakan di hari Jumat, di mana biasanya suami yang kerja di Indramayu pulang sore harinya, saya menyimak kegiatan sambil menyiapkan masakan untuk menyambut suami pulang. Masakan yang saya pilih adalah soto ayam Lamongan ala chef Tuti, hehe...Pilihan ini bukan tanpa alasan. Pedagang ayam kampung langganan saya, Mang Udin sudah berkali-kali menelepon saya menawarkan dagangannya. Saya putuskan membeli seekor yang cukup besar, cukup untuk buka puasa dan sahur buat kami berlima. 

Karena kegiatan ini berlangsung via WA grup, saya bisa menyimaknya sambil menyiapkan bahan-bahan masakan. Yang menjadi moderator acara adalah Bu Aam yang luar biasa. Moderator handal dan terpercaya di grup kelas menulis. Pada pertemuan ke-9 ini, materi yang disajikan bertema "Mental dan Naluri Penulis". Sebuah pilihan materi yang pas dan menarik bagi kami, para penulis pemula. 

Acara dibuka oleh moderator tepat pukul 13.04. Bu Aam memberi salam pembuka kepada peserta. Beberapa menit kemudian, Bu Aam mengenalkan profil narasumber dalam sebuah link blog milik narasumber yaitu https://dittawidyautami.blogspot.com/p/profil.html. 

Terlahir di Subang dengan nama Ditta Widya Utami, pada tanggal 23 Mei 1990. Saat ini, Ibu Ditta Widya Utami, S.Pd, Gr bertugas sebagai guru IPA di SMPN 1 Cipeundeuy Subang. Saya sering memanggilnya Neng Ditta. Neng Ditta sudah berkeluarga dan mempunyai seorang anak laki-laki. 

Di dalam blognya, tertulis begitu banyak prestasi yang telah Neng Ditta torehkan, terutama yang berhubungan dengan menulis dan literasi. Tercatat ada 17 buku yang sudah dihasilkan, 6 buku tunggal dan 11 buku karya bersama. Salah satu buku karya bersama yang tembus ke penerbit mayor adalah "Menyongsong Era Baru Pendidikan", bersama Prof. Eko Indrajit. Tak heran jika kemudian, Bu Ditta mendapatkan beberapa penghargaan dari Bupati Subang sebagai penggiat literasi tingkat kabupaten dan provinsi. Wow, masih muda dengan segudang prestasi, sukses selalu Neng Ditta...

Beberapa menit kemudian, Neng Ditta menyampaikan materinya tentang mental dan naluri penulis. Materi pertama tentang mental penulis. Menurut Bu Ditta, teknik menulis dan mental penulis adalah 2 hal yang tidak bisa dipisahkan. Ibarat jiwa dan raga, teknik menulis dan mental penulis harus ada, supaya tulisan yang dihasilkan bisa "hidup". Teknik menulis yang dimaksud Bu Ditta mencakup kemampuan seseorang dalam menulis, mulai dari pemilihan kosa kata, kemampuan membuat outline, memahami gagasan utama, jenis-jenis tulisan, dan pengetahuan tentang teknik menulis lainnya. Berbeda dengan teknik menulis, mental penulis akan berkorelasi dengan kondisi psikologis atau batin  sang penulis.  










Terkait mental yang harus dimiliki seorang penulis, Bu Ditta menjelaskannya dalam bentuk mind map sebagai berikut:










Selanjutnya, Bu Ditta memaparkan 4 tipe penulis berdasarkan analisa beliau, dilihat dari keseimbangan teknik dan mental penulis, yaitu:

  1. Dying writer
          

       2. Dead Man

     

       3. Sick People

     

       4. Alive

      


Apakah kita sebagai penulis pemula bisa mencapai level "Alive"? Tentu saja jawabannya bisa. Bu Ditta menegaskan bahwa setiap penulis bisa "Alive" jika penulis terus menulis dan memupuk mentalnya. Tak perlu ada rasa takut dalam diri seorang penulis. Teknik menulis akan membaik apabila kita sering berlatih menulis dan memberanikan diri mempublikasikan tulisannya untuk dibaca oleh orang lain.

Pembahasan berikutnya mengenai naluri penulis. Bu Ditta mengutip pengertian naluri dari KBBI sebagai berikut:






Menurut Bu Ditta, penulis sejati berangkat dari keresahannya, lalu dituangkannya ke dalam tulisan. Dengan tulisan itu ia dapat mengubah dunia. Seseorang dengan naluri penulis akan mengoptimalkan seluruh inderanya sehingga bisa menghasilkan karya sebuah tulisan. Ketika melihat bencana banjir atau mendengarkan sebuah lagu, akan mendatangkan inspirasi bagi penulis yang mempunyai naluri menulis yang kuat.

Sebagai materi terakhir, Bu Ditta memberikan tips untuk mengenali mental kita sebagai seorang penulis:



                                                                                                                                                                         









Tibalah saatnya di sesi tanya jawab. Sebelum peserta mengajukan pertanyaan, Bu Aam bertanya terlebih dahulu tentang buku yang paling berkesan di hati narasumber. Lalu, Bu Ditta menjawab bahwa buku solo pertamanya adalah yang paling berkesan, judulnya "Lelaki di Ladang Tebu". Sebuah kumpulan cerpen pendidikan.

Pertanyaan pertama datang dari Bu Syafrina, yang menanyakan bagaimana caranya untuk menjadi "Alive" dan tidak melanggar hukum. Sebagai jawabannya, Bu Ditta menyarankan untuk mengemas tulisan dengan konotasi, majas, pantun atau puisi. Gunakan nama samaran, bukan nama aslinya.

Pertanyaan berikutnya yang sempat saya catat adalah dari Bu Weni. Isi pertanyaannya mengenai cara mengenal kelemahan dan kekuatan sendiri dalam menulis, serta cara mengelola rasa takut. Untuk pertanyaan ini, Bu Ditta mengemukakan bahwa tidak ada yang bisa mengenal diri kita sebaik kita sendiri. Namun, jika ingin mengetahui siapa diri kita, maka bertanyalah pada sahabat kita. Mintalah sahabat atau orang yang ahli untuk mengomentari tulisan kita.

Setelah selesai menjawab 7 pertanyaan, sesi tanya jawab pun berakhir. Penanya berikutnya bisa menghubungi Bu Ditta lewat japri. Setelah itu, Bu Ditta memberikan closing statement sebagai berikut:


 







Demikianlah isi kegiatan belajar menulis hari ini. Bu Ditta telah berhasil "membangunkan" para peserta untuk terus belajar menulis dan tak takut akan kritikan yang menjatuhkan. Dengan mengenal mental dan naluri penulis, akan membuat penulis lebih percaya diri karena mampu memahami kekuatan dan kelemahannya dalam menulis. Semoga akan banyak karya yang dihasilkan penulis dalam kelas menulis ini, aamiin...

Oya, sebagai informasi, saya menulis resume ini 2 hari setelah kegiatan berlangsung. Waktu yang cukup telat untuk mengirimnya ke panitia. Tapi tak mengapalah. Better late than never, hehe...


Salam blogger persahabatan

Tanggal kegiatan: 23 April 2021
Resume ke: 9
Tema: Mental dan Naluri Penulis
Narasumber: Ditta Widya Utami, S.Pd, Gr.
Gelombang: 18

Rabu, 21 April 2021

Mahkota Penulis dan Muara Tulisan Bernama Buku

 

    Flyer pertemuan ke-8
  

Bismillaahirrahmaanirrahiim...

Rabu siang tadi benar-benar hari yang sangat paciweuh, pabeulit, dan pabaliut. Tiga kata dalam Bahasa Sunda tersebut mewakili suasana hati saya, karena di hari ini saya dihadapkan pada dua kegiatan penting yang dilaksanakan pada waktu yang sama, pukul 13.00 teng. Kegiatan pertama, webinar Kelas Kreatif, bertema "Kreatif dengan Literasi". Kedua, Pelatihan Belajar Menulis Gelombang 18 pertemuan ke-8. Karena saya tak mau kehilangan keduanya, akhirnya saya mencoba mendua, menyimak zoom meeting Kelas Kreatif sambil sesekali membaca grup Whatsapp kelas belajar menulis.

Pada 1 jam pertama, saya berhasil menyimak isi diskusi webinar Kelas Kreatif. Tokoh yang ditampilkan sangat luar biasa menginspirasi kami. Beliau adalah Ibu Dr. Rita Koesma M.I.Kom, atau yang lebih akrab dipanggil Ambu Rita. Seorang pahlawan literasi dari Bandung yang telah mengabdikan hidupnya untuk mengajak anak-anak dari kaum pinggiran, penghuni lapas anak, dan penyandang tuna rungu, untuk mau membaca dan mempelajari Bahasa Inggris. Di usia senjanya, beliau masih aktif melakukan kegiatan tersebut dengan mendirikan Rita Home Library (RHL).









Sementara, di grup kelas belajar menulis pertemuan ke-8, tokoh narasumbernya pun tak kalah hebatnya. Beliau seorang pejuang literasi juga. Tepatnya, penggiat literasi, bernama Pak Thamrin Dahlan, SKM, M.Si. Kami sering memanggilnya dengan sebutan Pak Haji. Sebagai moderator kali ini adalah Ibu Ditta. Guru wanita muda yang cantik dengan segudang prestasi dalam dunia literasi.

Ketenangan saya menyimak kedua kegiatan tersebut mendadak sirna, ketika ada panggilan di WA yang berasal dari orang tua murid saya. Beliau meminta saya untuk menemuinya di sekolah jam 2 siang. Aduh...kumaha iyeu teh?  Katanya siang ini butuh bantuan saya menemaninya menyerahkan berkas pendaftaran ke SMA untuk anaknya. Saya sangat bingung, harus pilih yang mana? Akhirnya, saya putuskan untuk menemuinya. Saya minta izin leave dari zoom meeting. Bagaimana dengan kegiatan belajar menulis? Terpaksa saya tinggalkan, dengan konsekuensi saya harus menulis resumenya di malam hari. Selepas salat tarawih, saya langsung membuka laptop dan mulai menggerakkan jari jemari.

Pertemuan ke-8 dibuka oleh Bu Ditta pada jam 13.01, dengan mengucapkan salam pembuka kepada para peserta. Setelah itu, Bu Ditta mengenalkan narasumber yang akan memberikan materi. Dalam curiculum vitae yang disampikan Bu Ditta, disebutkan bahwa Pak Thamrin Dahlan yang lahir di Tempino, Jambi, 7 Juli 1952 adalah alumni Pasca Sarjana UI. Beliau juga seorang purnawirawan Polri. Tugas terakhirnya adalah Direktur Pasca Rehabilitasi BNN dengan pangkat Kombes Pol. Saat ini, beliau berprofesi sebagai seorang dosen, penulis, dan penerbit Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan (YPTD).

Beliau telah aktif menulis sejak tahun 2010 dan telah menerbitkan 37 judul buku. Sekarang ini, beliau fokus membantu para penulis menerbitkan buku ber-ISBN tanpa biaya. YPTD telah menerbitkan 210 judul buku.  Beliau tinggal di Kel. Dukuh, Kramatjati, Jakarta Timur. Pos-el beliau: website http://terbitkanbukugratis.id, email thamrindahlan@gmail.com, dan WA 08159932527. Motto beliau: Penasehat Penakawan Penasaran. Di samping itu, beliau juga aktif di Kompasiana.

Berikut adalah link profil Pak Haji Thamrin Dahlan:







Beberapa menit kemudian, Pak Haji menyapa peserta. Kemudian, moderator mengajak peserta untuk membaca materi yang dikemas dalam format pdf, selama 10 menit.








Dalam materinya, Pak Haji menyatakan bahwa sesungguhnya muara dari menulis itu adalah buku, karena buku sifatnya abadi dan menjadi alibi tak terbantahkan atas kehadiran seorang anak manusia di muka bumi ini. Menurut Pak Haji, setiap orang sebenarnya sudah memiliki buku, tanpa disadari. Sebagai contohnya, di saat SD, buku dituliskan oleh guru dalam bentuk raport. Di SMP, SMA, SMK, para pelajar diwajibkan menyususn karya tulis berupa kerja kelompok, lalu dijilid dan jadilah buku. Saat kuliah, kualitas buku mempunyai harkat terhormat karena bukunya dinamai skripsi, tesis, dan disertasi.

Berikutnya, Pak Haji menyebutkan bahwa tulisan itu ibarat air yang mengalir. Tetes airnya bergabung menjadi satu, mengalir jauh mencari tempat terendah, dan akhirnya bermuara di lautan. Buku adalah kumpulan tulisan yang terserak. Buku adalah sebuah karya gemilang, olah pikir yang harus diselamatkan menjadi kitab. Semua orang bisa menulis dari proses bicara. Menulis adalah cara memindahkan apa yang diucapkan ke dalam peralatan tulis-menulis.

Lebih lanjut, Pak Haji Thamrin mengkategorikan artikel/ tulisan sebagai berikut:

  1. Artikel Deskriptif, yaitu artikel yang sifatnya hanya menggambarkan (to describe), tidak memecahkan masalah. Contohnya: reportase, liputan, dan laporan.
  2. Artikel Eksplanatif, yaitu artikel yang menjelaskan, menerangkan, dan mengupas permasalahan secara mendalam/ ilmiah, objektif, dan bertanggung jawab. Contohnya: Karya Ilmiah (skripsi, tesis, disertasi, jurnal) dan opini (ipoleksosbudhamkam).
  3. Fiksi, yaitu kebebasan menuangkan inspirasi dunia maya sebagai bagian tak terpisahkan dari seni. Sebagai contohnya: puisi, cerpen, cerbung, novel, dan pantun.
Materi menarik berikutnya tentang Metode Menulis Sekali Duduk Jadi. Yang bagaimana ya? Kita simak trik-trik berikut ini:

  • Upayakan tidak meninggalkan tulisan
  • Hiraukan kesalahan ketik
  • Ketika blank, tinggalkan paragraf, masuk ke paragraf yang baru
  • Baca berulang-ulang pada proses editing
  • Bersegera posting tulisan di media sosial
Penulis juga disarankan untuk menulis pendek-pendek, yaitu:
  • Upayakan maksimal 9 kata dalam 1 kalimat
  • Bahasa bicara atau bertutur kata
  • Mudah dimengerti dan dipahami
  • Runtut dan tidak menjelimet
Berikutnya, Pak Haji menyertakan keajaiban 3 rahasia dunia jurnalistik:
  1. Setiap tulisan memiliki roh, ketika tulisan tersebut diposting di media sosial dan dibaca lalu dikomentari. Di situlah tulisan akan terasa hidup, tidak hanya dinikmati oleh sendiri saja.
  2. Pesan Buya Hamka: Biarlah tulisanmu itu membela dirinya sendiri. Biarlah bukumu itu mengikuti takdirnya.
  3. Surprise tak terduga. Akan ada kejutan dari bukumu. 
Tibalah kita di sesi tanya jawab atau diskusi. Dalam sesi ini ada 10 penanya yang sebagian besar menanyakan tentang proses penerbitan di YPTD. Ada 3 program yang ditentukan oleh YPTD. Pertama, penulis sudah memiliki naskah buku yang akan diterbitkan. Kedua, penulis aktif posting tulisan di website YPTD http://terbitkanbukugratis.id sebanyak 40 artikel. Ketiga, YPTD menerbitkan buku ontologi berupa tulisan yang diposting selama 1 bulan.

Sebagai closing statement, Pak Haji mengucapkan terima kasih kepada Om Jay dan Bu Ditta atas terselenggaranya pelatihan belajar menulis ini. Beliau berharap semoga kegiatan ini akan memberi manfaat kepada semuanya dan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas Literasi Indonesia.

Terima kasih Pak Haji Thamrin Dahlan atas materinya yang sangat memotivasi. Banyak ilmu yang kami dapatkan tentang dunia literasi dan jurnalistik. Semoga kami dapat membuat buku dan menerbitkannya melalui YPTD, aamiin...


Tanggal Pertemuan: 21 April 2021
Pertemuan ke: 8
Tema: Buku Mahkota Penulis, Buku Muara Tulisan
Narasumber: Thamrin Dahlan, SKM, M.Si
Gelombang: 18




Sabtu, 17 April 2021

Protesnya Tio Pada PJJ

 Kumpulan Kisah Kami di Masa Pandemi (Part 3)

Selain Haidar, Yusuf, dan Akmal, ternyata ada lagi siswa yang “bermasalah” dengan PJJ. Kami biasa memanggilnya Dio. Sudah lama juga Dio menghilang dari kegiatan pembelajaran. Sama halnya dengan ketiga siswa yang saya sebutkan di atas. Jangan-jangan mereka sudah kompakan untuk menghilang.

Untuk mencari informasi, saya mencoba menghubungi orang tuanya lewat WA pribadi. Alhamdulillah, akhirnya bisa bertemu juga di sekolah. Yang lebih membuat saya senang, ada Dio di sana.

 Dio datang bersama ibunya memenuhi undangan saya. Kaos merah fanta dan celana panjang hitam membalut tubuh ibunya yang pendek dan agak berisi. Rambut ikal sebahu dan wajah terpoles make up tipis yang hampir memudar karena keringat. Kelihatan sekali kalau ibunya bukanlah seorang pesolek. Sedangkan Dio, mengenakan kaos putih dengan tulisan tak jelas, mungkin karena tulisannya seperti resep dokter atau mata saya yang sudah mines. Celana jeans biru dan belel melengkapi penampilannya.

         “Alhamdulillah, terima kasih Ibu sudah mau datang ke sekolah,” saya coba memulai percakapan. Ibu Dio tersenyum dan mencoba merespon kalimat saya. “Iya, Bu. Maaf baru sekarang saya sempat menemui Ibu,” sahut ibu Dio. Saya melihat Dio masih terdiam dan tertunduk lesu. Wajahnya seakan menyiratkan sebuah ketidakpuasan.

“Hai, Dio. Apa kabar?” saya coba membuyarkan diamnya. Setengah hati Dio menjawab pertanyaan saya.

“Alhamdulillah baik, Bu,” jawabnya. Pendek sekali.

“ Kenapa? Dio sepertinya ga senang ya datang ke sekolah?” tanya saya lagi. “Ga apa-apa, Bu.” Hmm, sepertinya ada yang disembunyikan dalam hatinya. “O, ya, kamu kenapa ga pernah ikut belajar daring? Ibu lihat kehadiran kamu selama 4 pertemuan masih kosong. Nanti kalau ga ada nilainya gimana?” Tak mau berlama-lama saya langsung to the point.

           Setelah berbincang agak lama, terkuaklah alasan kenapa Dio tak mau ikut belajar daring. “Saya ga suka PJJ, Bu. Saya inginnya tatap muka saja.” Alangkah kagetnya saya mendengar apa yang Dio katakan. Ga salah ini? Oalah..ternyata selama ini Dio protes sama PJJ. Dio menolak adanya PJJ. Akhirnya, apa yang ia rasakan tersampaikan juga.

Dio, kamu waras ga sih? Tapi tak apa. Justru itu baik untuk dirinya. Daripada dipendam terus malah jadi penyakit. Saya mencoba mengerti apa yang dia rasakan. Sambil berpikir, jawaban apa yang harus saya berikan.

Sesaat kemudian, Ibu Dio pun ikut berbicara. “Iya, Bu. Saya sudah berusaha menyuruh Dio untuk ikutan daring. Tapi anaknya ga mau terus. Padahal kalau di rumah anaknya penurut. Saya sering minta bantuannya. Saya suruh ke warung mau. Tapi kalau saya suruh belajar daring ga mau. Ya itu alasannya. Dio ga suka PJJ. Katanya beda sama tatap muka. Pusing saya, Bu.” Kok sama ya, saya juga ikutan pusing…

             Di tengah percakapan, saya mencoba memberi pengertian pada Dio bahwa apa yang sekarang sedang terjadi bukanlah keinginan pihak sekolah, Dinas Pendidikan, ataupun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pandemi ini berlaku tidak hanya di Indonesia saja. Seluruh dunia juga ikut menanggung akibatnya.

Virus Corona yang telah menyebar ke seluruh penjuru bumi adalah kepunyaan Tuhan, Allah Azza Wa Jalla. Dengan virus ini, Allah menguji keimanan kita. PJJ adalah salah satu ikhtiar sebagai kepatuhan kita kepada-Nya, agar terhindar dari keganasannya.

Salah satu usaha pemerintah, dalam hal ini Kemendikbud, untuk mengurangi beban siswa dan orang tua, adalah pemberian kuota belajar setiap bulannya. Dengan tujuan, supaya semua siswa di Indonesia dapat mengikuti pembelajaran tanpa harus mengeluarkan dana untuk membeli kuota. Walaupun sesudahnya, banyak siswa yang menyalahgunakan bantuan ini untuk yang lainnya, seperti bermain game online atau bermedsos ria.

Dilematis memang. Di satu sisi, pemerintah telah bersusah payah mengeluarkan dana yang tidak sedikit. Tapi di lain pihak, siswa juga tak mau stress diam di rumah tanpa ada hiburan yang hanya bisa mereka dapatkan dari gadget yang dimiliki. Mau keluar rumah, takut tertular Corona.

Di akhir dialog, setelah mengerti alasan yang saya sampaikan, Dio menyatakan kesediaannya untuk mengikuti pembelajaran. Ibunya yang sering membantu suaminya berjualan seblak dan mie goreng di kompleks perumahannya, merasa sangat berterima kasih kepada kami karena telah menyadarkan anaknya. Ada air mata yang sempat saya lihat menggenang di matanya. Saya dapat merasakan kesedihannya.

 Dalam hati saya berdoa, semoga Dio dan ibunya mau bersabar. Semoga Allah mudahkan jalan orang tuanya mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya.

Setelah berpamitan, saya menatap kepergian mereka dengan penuh keyakinan, bahwa perubahan itu akan segera terwujud. Dio akan lebih semangat lagi mengikuti PJJ. Dengan bantuan dan campur tangan Allah melalui doa-doa yang saya panjatkan padaNya, aamiin…

Salam blogger persahabatan...

 




TEKNIK JITU MEMBUKUKAN RESUME

 

Bismillaahirrahmaanirrahiim...

Siang ini adalah pertemuan ke-6 Pelatihan Belajar Menulis Gelombang 18. Tema yang diusung kali ini tentang "Menulis Resume untuk Jadi Buku". Yang menjadi narasumber adalah Bu Aam Nurhasanah, S.Pd, seorang guru blogger yang sukses dengan banyak karya tulisannya dan menjuarai lomba blog PGRI bulan Februari 2021. Moderator acara dipercayakan kepada Ibu Kanjeng.  

Acara dibuka oleh Om Jay dengan memberi salam pada para peserta. Setelah mengumumkan narasumber dan moderator acara, Om Jay lalu mempersilakan Ibu Kanjeng untuk memandunya. 

Sama halnya dengan Om jay, Ibu Kanjeng pun menyalami peserta terlebih dahulu, lalu memotivasi seluruh peserta untuk selalu semangat menyimak materi yang akan disampaikan oleh Bu Aam. Selanjutnya, Ibu Kanjeng mempersilakan narasumber untuk menyampaikan materinya.

Tak lama, Bu Aam pun tampil dan menyapa kami para peserta. Beliau pun ikut menyemangati peserta untuk menimba ilmu di kelas belajar menulis ini, sehingga ibadah puasa kita semakin berkah. Selanjutnya, Bu Aam memperkenalkan profilnya melalui link blognya. 

Bu Aam Nurhasanah, S.Pd lahir di Cipanas pada tanggal 12 Agustus 1988. Bersekolah dari SD hingga SMA di Cipanas, lalu kuliah di STKIP Setia Budhi Rangkasbitung hingga lulus tahun 2012. Beliau adalah Kepala Sekolah SMPS Mathla Ul Hidayah (SMPS Mahida) Cipanas, Kabupaten Lebak, Banten.

Dari pengalamannya mengikuti belajar menulis asuhan Om Jay dan PGRI, Bu Aam telah menghasilkan karya berupa 15 buku yang terdiri dari 3 buku solo, 1 buku kolaborasi dengan Prof. Richardus Eko Indrajit, dan 11 buku antologi. Wow, luar biasa sekali Bu Aam ini, salut atas prestasi yang diraihnya. Apalagi Bu Aam masih tergolong muda.

Acara berikutnya adalah pemaparan materi tentang menulis resume untuk jadi buku. Bu Aam menegaskan bahwa tema tersebut diambil karena menulis resume adalah salah satu jalan termudah untuk menerbitkan buku. Beliau berharap peserta belajar menulis kelak akan mampu menerbitkan buku dari resume yang ditulis tentang dunia kepenulisan.

Sesaat kemudian, Bu Aam menyajikan materinya dalam bentuk PPT. Dalam PPT tersebut tercantum beberapa poin penting tentang resume dan teknik menulis resume menjadi buku. Bu Aam mengawali materi dengan definisi resume. Beliau mengutip definisi resume menurut KBBI bahwa resume adalah rangkuman atau ringkasan. Saat menulis resume, peserta diminta untuk tidak menyalin secara utuh tulisan para narasumber, melainkan berusaha untuk mengembangkan materi dengan bahasa sendiri.

Menurut Bu Aam, ada 7 teknik menulis resume menjadi buku. Ketujuh teknik tersebut adalah:

  1. Mengumpulkan resume dalam file word
  2. Menentukan tema
  3. Membuat TOC (Table Of Content) atau daftar isi
  4. Mulai mengembangkan TOC
  5. Review, revisi, dan edit naskah
  6. Lengkapi sinopsi buku
  7. Kirim ke penerbit
Dalam PPT Bu Aam juga disebutkan beberapa hal yang harus diperhatikan ketika akan membukukan resume, yaitu:

  • Karena buku kumpulan resume dipersepsikan sebagai true story, maka yang diutamakan adalah cerita pengalaman mengikuti setiap pertemuan. Di dalamnya, terdapat kesan-kesan dan pendapat pribadi terhadap materi narasumber yang dihubungkan dengan pengalaman sendiri.
  • Hendaknya disediakan satu bab khusus yang membahas awal mula kecintaan terhadap menulis, serta pandangannya terhadap menulis.
  • Naskah buku resume diusahakan bukanlah sekedar copy paste materi dari narasumber, melainkan mengampil poin-poin pentingnya saja.
  • Resume yang ditulis di blog boleh panjang dan lengkap. Ketika akan dijadikan buku, sebaiknya dibuat lebih ringkas dengan memilih hal-hal penting.
  • Yang bisa diringkas adalah biodata narasumber dan sesi tanya jawab. Contohnya, jika prestasinya banyak, ambil salah satunya saja yang paling wah. Pada sesi tanya jawab diambil beberapa saja. Daftar pustaka dibuat jika ada kutipan buku tertentu. Apabila tidak ada, tak perlu menyertakannya.
Di sesi tanya jawab, terdapat 11 pertanyaan yang dilontarkan oleh peserta. Sebelumnya, Bu Aam menginfokan bahwa di kelas menulis ada 4 penerbit yang siap membantu penerbitan naskah peserta. Yang pertama YPTD, sebuah yayasan yang menerbitkan buku gratis namun tanpa editor. Kedua, Ibu Kanjeng, yang siap mengedit naskah. Ketiga, Cak Inin, penerbit Kamila Press Lamongan. Terakhir yang keempat, Pak Brian.

Beberapa pertanyaan yang menurut saya penting untuk dicatat adalah pertanyaan dari Bu Yoga Angelina dari Jakarta, Bu Anita dari Bekasi, dan Bu Siti Hadijah dari Makasar. 

Pertanyaan Bu Yoga adalah tentang penggunaan bahasa dalam menulis resume, apakah memakai bahasa baku yang formal atau bahasa santai sehari-hari. Bu Aam lalu menjawabnya dengan menyarankan penggunaan bahasa baku, karena buku yang kita buat akan dibaca oleh skala nasional. 

Jawaban Bu Aam untuk pertanyaan Bu Anita tentang boleh tidaknya meringkas resume dalam bentuk cerita adalah boleh. Sebagai contohnya resume yang ditulis oleh Pak Sudomo dalam bentuk cerpen. hasilnya sangat menarik dan enak dibaca.

Bu Siti Hadijah bertanya tentang banyaknya bab dalam buku kumpulan resume. Bu Aam menyatakan bahwa dalam buku resume boleh lebih dari 3 bab seperti yang beliau contohkan. Selain menggunakan bab, peserta juga boleh menggunakan nomor angka.

Pada 15 menit terakhir, Bu Aam memberikan penguatan tema dengan menyatakan bahwa peserta dapat membukukan resumenya setelah terkumpul sebanyak 20 pertemuan. Hubungi penerbit  yang akan mengawal lahirnya buku kita.

Sebagai closing statement, Bu Aam memberikan poin-poin motivasi sebagai berikut:

  • Tidak ada yang sulit di dunia ini selama kita mau belajar.
  • Asah keterampilan menulis kita dengan menulis setiap hari.
  • Jika narasumber memberikan link blog, youtube, atau PPT, kembangkan dan ambil poin pentingnya yang akan diceritakan. 
  • Menulis itu tidak sulit. Yang sulit adalah memulainya.
  • Buang rasa malas dan tulislah resume hari itu juga.
  • Menulislah agar hidupmu bermakna, berwarna, dan dikenal esok hari.
Demikianlah isi pertemuan keenam hari ini. Seiring dengan pamitnya Bu Aam dari ruang pertemuan, maka acara pun ditutup oleh Ibu Kanjeng dan tak lupa beliau mengucapkan terima kasih kepada narasumber atas sharing materi yang luar biasa.

Tanggal pertemuan: 16 April 2021
Pertemuan ke: 6
Tema: Menulis Resume Untuk Jadi Buku
Narasumber: Aam Nurhasanah, S.Pd
Gelombang: 18





Kamis, 15 April 2021

Pengenalan Penerbit Indie

 Penerbit Indie, Sebuah Solusi Menerbitkan Buku


Bismillaahirrahmaanirrahiim...

Untuk kedua kalinya, saya telat mengirimkan resume Pelatihan Belajar Menulis gelombang 18 pertemuan ke-5. Hal ini disebabkan ada seorang anggota keluarga yang sedang sakit dan membutuhkan perhatian saya. Tapi tak mengapa, saya masih dapat mengirimkan resume di hari lainnya. Itulah salah satu manfaat dari pelaksanaan pelatihan ini yang diselenggarakan melalui aplikasi Whatsapp. Sehingga, peserta yang ketinggalan menyimak materi pada harinya, masih mempunyai rekaman tulisannya di grup WA. 

Seperti sore ini, sambil menunggu waktunya adzan Maghrib tiba, saya sempatkan menulis resume yang tertinggal. Pada pertemuan yang ke-5, tema yang diambil adalah "Pengenalan Penerbit Indie". Sebagai narasumber, tampil seorang penulis hebat yang juga merupakan seorang penerbit buku, bernama Pak Mukminin, S.Pd, M.Pd atau lebih dikenal dengan panggilan Cak Inin. Sudah dipastikan, dari panggilannya, beliau adalah orang Jawa. Sedangkan yang bertindak sebagai moderatornya adalah Pak Bambang Purwanto atau kita kenal sebagai Mr. Bams.

Sebelum acara dimulai, Ibu Kanjeng menyapa peserta terlebih dahulu, lalu memberitahukan kegiatan belajar menulis akan diisi oleh narasumber yang ada dalam flyer. Setelah itu, Ibu Kanjeng menyerahkan acara kepada moderator dan narasumber yang dimaksud.

Tak lama kemudian, Mr. Bams tampil dan menyapa para peserta. Tak lupa, beliau mengingatkan peserta tentang cara mengajukan pertanyaan di sesi tanya jawab, yaitu dengan menuliskan pertanyaan lalu mengirimkannya ke nomor WA pribadinya. 

Selanjutnya, Mr. Bams mengenalkan profil narasumber, yang dapat dibaca pada tautan berikut ini:


 





Tibalah saatnya, sesi pemaparan materi oleh Cak Inin. Beliau mengawalinya dengan memberi salam kepada peserta dan mengajak kami untuk selalu bersyukur kepada Allah yang telah memberikan umur panjang sehingga dapat menunaikan ibadah puasa Ramadhan bagi umat muslim di tahun ini. Beliau pun berdoa agar kami semua dapat menjalankan ibadah puasa selama 1 bulan dan diberi kekuatan oleh Allah Subhanahu Wata'ala. Doa berikutnya, beliau peruntukkan bagi saudara-saudara kami yang terkena musibah, semoga segala musibah cepat berlalu.

Cak Inin adalah seorang guru di SMPN 1 Kedungpring, Lamongan, Jawa Timur. Lahir di Jombang pada tanggal 6 Juli 1965. Selain bertugas sebagai guru PNS, Cak Inin juga berprofesi sebagai konsultan umroh dan haji plus di PT. Arminareka Perdana cabang Lamongan. Selain itu, beliau juga seorang penulis dan penerbit buku Kamila Press Lamongan. Mempunyai hobi membaca dan menulis, sesuai dengan aktivitas yang beliau geluti di dunia literasi. 

Pengalaman lainnya adalah dua kali menjadi narasumber di Pelatihan Menulis, yaitu Pelatihan Menulis online di grup WA asuhan OmJay, serta Pelatihan Menulis Buku Ber-ISBN bersama tim. Dari pengalaman menulisnya, lahirlah karyanya berupa 2 buku solo dan 8 buku karya bersama atau antologi. Sungguh prestasi yang sangat luar biasa. Sebagai tambahan profilnya, Cak Inin juga mencantumkan alamat rumah dan alamat online (HP, email, FB, IG, dan blog).

Motto Cak Inin dalam hidupnya adalah Manjadda Wajada. Jadikan hidup kita bermanfaat untuk orang lain. Tiada kata terlambat untuk menulis. Tulislah segera apa yang anda suka, anda lihat, anda dengar, dan anda rasakan untuk berbagi kebaikan.

Dalam pemaparannya, Cak Inin menyebutkan bahwa penerbit indie (penerbit independen) akan membantu peserta pelatihan menulis untuk menerbitkan bukunya. Berikutnya, Cak Inin mengenalkan 5 langkah untuk menulis dan menerbitkan buku, yaitu:

  1. Tahap Pra Writing, yaitu penulis mencoba mencari ide yang sesuai dengan tema yang akan ditulis, baik fiksi maupun non-fiksi. Ide bisa dari pengalaman pribadi, hasil membaca buku, majalah, koran, atau dari kejadian yang sedang berlangsung.
  2. Tahap Drafting/ Outline. Pada tahap ini, seorang penulis mulai membuat outline atau daftar isi buku yang akan ditulis atau dikembangkan menjadi naskah buku.
  3. Tahap Writing atau menulis. Dalam proses ini, penulis mulai mengembangkan kerangka atau daftar isi untuk dijadikan naskah yang lengkap. Kreativitas penulis dalam merangkai kata, menggunakan majas, dan berekspresi sangat dibutuhkan dalam tahap ini. 
  4. Tahap Revisi dan Editing. Setelah menuliskan banyak hal dalam naskah, tahap selanjutnya adalah mengoreksi dan merevisi bagian yang layak dan tak layak untuk dituliskan. Dengan tahap revisi, diharapkan seorang penulis akan mengetahui kekurangannya, apakah sudah sesuai alur atau melebar kemana-mana. Di dalam revisi, penulis juga dapat mengubah beberapa bagian dari tulisannya. Intinya, dengan revisi seorang penulis dapat memoles karyanya dan menjadikannya sebuah tulisan yang semakin menarik unuk dibaca. Perbedaan revisi dan editing terdapat pada langkahnya. Pada tahap revisi, seorang penulis masih dapat menambah atau mengurangi isi tulisan. Tetapi, dalam tahap editing, penulis hanya memperbaiki berbagai kesalahan, seperti tanda baca, pola kalimat, dan tata bahasa lainnya. Seorang penulis harus dapat mengedit tulisannya sendiri, sebelum diedit oleh seorang editor. Inilah yang disebut Swasunting.
  5. Tahap Publikasi. Jika penulis merasa sudah yakin dengan naskah bukunya, maka tahap terakhir adalah memublikasikannya lewat bantuan penerbit. Masalah yang muncul kemudian, apakah penerbit akan menerima naskah kita dan kemudian menerbitkannya? Tentu saja bisa, dengan bantuan penerbit indie yang sudah banyak ditemui di mana saja.
Berikut ini adalah foto beberapa buku karya Cak Inin:


Materi berikutnya adalah tentang perbedaan penerbit indie dan penerbit mayor, dilihat dari jumlah cetakan, pemilihan naskah yang diterbitkan, profesionalitas, waktu penerbitan, dan royalti.








Beberapa contoh penerbit mayor adalah Gramedia Pustaka Utama, Mizan, Republika, Grasindo, Loka Media, Tiga Serangkai, Bentang Pustaka, Erlangga, Yudhistira, Andi Yogyakarta, dan lain sebagainya. Sementara contoh penerbit indie  yang ada dalam grup belajar menulis bersama PGRI diantaranya YPTD, Gemala, dan Kamila Press Lamongan.

Berikutnya, Cak Inin memperkenalkan penerbit Kamila Press Lamongan kepunyaannya. 


 











Lebih lanjut, Cak Inin menyebutkan syarat-syarat penerbitan di Kamila Press Lamongan, yaitu:
















Sebagai informasi terakhir, Cak Inin memberikan gambaran harga cetak di penerbit Kamila Press Lamongan yang terbaru:

























Demikianlah isi materi yang disampaikan oleh Cak Inin pada pertemuan kelima. Acara berlanjut pada sesi tanya jawab. Cak Inin berkesempatan menjawab 13 pertanyaan peserta tentang penerbitan buku di penerbit indie. Sebuah pertanyaan yang menarik perhatian saya adalah tentang penerbitan buku dari resume pelatihan belajar menulis. Apakah kumpulan resume dapat dibukukan? Sementara, resume belum memenuhi standar dan tidak ada daftar pustakanya. Untuk pertanyaan ini, Cak Inin mengemukakan bahwa kumpulan resume dapat dibukukan. Penulis harus menyusunnya menjadi 1 file, yang terdiri dari judul buku, kata pengantar, daftar isi, daftar pustaka, biodata, dan sinopsis. 

Sebelum mengakhiri acara, Cak Inin memberikan closing statement sebagai berikut:



Acara berakhir pada saat adzan Ashar berkumandang. Ibu kanjeng lalu menutup kegiatan dengan mengucapkan terima kasih kepada Cak Inin atas materi yang luar biasa pentingnya tentang penerbit indie. Terima kasih saya ucapkan untuk Cak Inin, Bu Kanjeng, dan Mr. Bams atas terselenggaranya pertemuan kelima ini. Semoga semakin memotivasi kami para peserta pelatihan untuk segera membuat buku dan kemudian menerbitkannya pada penerbit yang diinginkan.

Salam guru blogger Indonesia...

Tanggal pelatihan: 14 April 2021
Tema: Pengenalan Penerbit Indie
Narasumber: Mukminin, S.Pd, M.Pd
Pertemuan ke: 5
Gelombang: 18


























Guru "Smart", Guru Pemberdaya

  "Pendidikan akan menghasilkan tiga guna yang luar biasa yang dinamakan Tri Rahayu : Hamemayu Hayuning Sarirom, Hamemayu Hayuning Bong...