Minggu, 28 Februari 2021

Jayalah Spandaku

Kumpulan Kisah Kami di Masa Pandemi (28)

Bab. 28


Jayalah Spandaku!

    Di penghujung bulan ini, saya hendak berkisah tentang sekolah tempat saya mengabdikan diri. Walaupun baru 4 tahun saya pindah mengajar di sekolah ini, saya sudah merasakan kuatnya tautan hati dengan seluruh elemen yang bekerja di sini. Suasana kekeluargaan sesama guru dan karyawan sangat terjalin baik. Empat tahun berada di sekolah ini, saya merasa seperti sudah lama menjadi anggota keluarga besarnya. 

    Sebelum saya pindah mengajar di Spanda (SMPN 2) Subang, saya menjalankan tugas sebagai guru PNS di SMPN 2 Cijambe. Sebuah sekolah yang berlokasi di Desa Bantarsari, 4.5 kilometer jauhnya dari kota Subang. Banyak kenangan yang tersimpan rapi dalam memori saya selama mengajar di sana. Dari medan yang harus saya lalui hingga tantangan menghadapi peserta didik yang jauh berbeda dengan mereka yang sekolah di kota. Berkali-kali rekan MGMP Kabupaten menyuruh saya segera pindah ke sekolah tempat saya bertugas sekarang. Namun entah mengapa, saya selalu menolaknya. Alasan utamanya adalah siswa. Bagaimana nasib mereka sepeninggal saya. Apalagi, guru PNS mapel Bahasa Inggris cuma saya sendiri.

    Setelah mendapat desakan dari suami untuk pindah ke sekolah yang lebih dekat lokasinya, saya mulai menurut. Mungkin dia merasa khawatir juga pada saya. Selama 18 tahun mengajar di sana, sudah 4 kali saya terjatuh dari motor yang saya kendarai. Satu hal yang membuat saya sangat kesal adalah kurangnya perhatian pemerintah daerah terhadap akses jalan menuju sekolah ini. Padahal, jika saja jalan yang dilalui mendapat perbaikan, pastilah akan memudahkan para guru yang bertugas di sana. Alhamdulillah, setelah saya pindah ke Spanda, akses jalan ke SMPN 2 Cijambe telah mengalami perubahan yang lebih baik. Sehingga teman-teman yang masih mengajar di sana merasa terbantu.

    Di manapun kita bertugas, sudah semestinya harus dijalankan dengan senang hati dan penuh rasa syukur. Bukankah kita sendiri yang telah memilih bekerja sebagai guru, yang selalu siap mengabdi pada negara untuk mencerdaskan anak bangsa. Tugas yang kita emban adalah amanat dari-Nya yang akan kita pertanggung jawabkan kelak di hari penghisaban. Sebagai pelayan pendidikan bagi para siswa, sepatutnya kita melayani mereka dengan sebaik-baiknya, karena pendidikan adalah hak mereka selama hidup di negeri ini.

    Mengajar di Spanda tak membuat saya berubah dalam menyikapi siswa-siswinya. Sama seperti yang dulu, selalu berusaha menyenangkan mereka di setiap pertemuan. Sejauh ini, saya merasa nyaman dengan siswa. Meskipun ada saja masalah yang ditimbulkan oleh sebagian kecil mereka. Itu adalah hal yang sudah biasa terjadi di sebuah satuan pendidikan. Bersama-sama kami hadapi setiap masalah yang terjadi. Kebahagiaan siswa adalah kebahagiaan kami juga.

    Sebagai sekolah pemerintah di tengah kota Subang, Spanda yang berlokasi di Jl. Emo Kurniaatmaja No. 3 ini mempunyai ratusan siswa dengan latar belakang kondisi keluarga yang beragam. Dari keluarga menengah ke atas hingga kalangan bawah. Keadaan seperti ini sering menyebabkan kami harus berhadapan dengan banyaknya siswa yang bermasalah, baik karena kondisi ekonomi maupun masalah keluarga. Tapi kami tak menyerah. Ini adalah dunia kami. Kami ada untuk mereka. Siswa adalah kekuatan kami. Tanpa mereka, apalah artinya kami. Justru karena siswa, kami sering dikata awet muda.

    Bicara tentang prestasi, sudah banyak sekali yang kami raih, akademik maupun non akademik. Beberapa contohnya, prestasi yang ditorehkan oleh ekskul Pramuka, Paskibra, Olah Raga, Sains, dan Seni. Bukti prestasi terjejer rapi di lemari sepanjang koridor sekolah. Sangat banyak jumlahnya. Saking banyaknya, lemari itu tak muat lagi menampungnya. Terpaksa harus mencari tempat lain.


    Di masa pandemi, banyak perubahan yang kami alami, sama seperti sekolah lainnya. Tak ada siswa, tak ada kegiatan di sekolah. Hanya kami saja yang bekerja dari sekolah. Sementara siswa belajar dari rumah. Meskipun begitu, prestasi yang sangat membanggakan juga kami raih. Predikat Sekolah Adiwiyata tingkat propinsi telah kami dapatkan, sebagai bentuk penghargaan atas usaha kami menciptakan lingkungan sekolah yang bersih dan tertata. Prestasi ini setidaknya membuat kami terus bersemangat dalam memberikan pelayanan pendidikan, hari ini maupun nanti. 

    Spanda telah berusaha berbenah diri. Bangunan terlihat semakin nyaman. Lingkungan pun bertambah asri dan sehat. Ke depannya, kami siap menyambut kedatangan siswa yang sangat kami rindukan dalam pembelajaran tatap muka. Walaupun belum ada kepastian waktunya, kami selalu optimis dapat bertemu kembali dengan mereka. Bagi kalian yang belajar dalam keterbatasan, bersabarlah. Terimalah kenyataan ini dengan ikhlas. Berharaplah kepada-Nya akan sebuah perubahan. Perubahan yang membawa kembali kalian ke kelas nyata. 

    Di umurnya yang lebih dari 60 tahun, Spanda masih terlihat gagah berdiri. bahkan semakin berseri. Jayalah terus Spandaku. Berjuanglah selalu untuk menelorkan generasi yang berprestasi dan berakhlak mulia. Tegaklah berdiri sepanjang masa, selama kehidupan ini belum berakhir. Mari kita jaga Spanda, karena Spanda milik kita bersama..

Subang, 28 Februari 2021

Salam literasi..

Tuti Suryati, S.Pd

SMPN 2 Subang





Sabtu, 27 Februari 2021

Even Onward, Never Retreat

Kumpulan Kisah Kami di Masa Pandemi (Part 27)

    Tak terasa, hari ini adalah hari ke-27 saya menulis di blog pribadi dan dikirimkan ke website YPTD. Ini artinya, lomba tantangan menulis tinggal satu hari lagi. Rasanya seperti menjalankan puasa Ramadhan di  hari terakhir. Ibaratnya, malam ini adalah waktu sahur terakhir, besok puasa sehari lagi, lalu esoknya sudah Hari Raya Idul Fitri. Ya Allah, tetiba saya rindu Ramadhan. Semoga umur saya masih Kau sampaikan ke sana, Ya Rabb..

    Dari perjalanan saya menulis selama 27 hari, banyak sekali momen yang tak akan saya lupakan. Momen yang telah memberikan inspirasi bagi tulisan saya. Dengan kemampuan yang saya miliki dan tentunya berkat pertolongan-Nya, saya berusaha menulis setiap hari, tak peduli apapun kondisinya. Niat yang sedari awal tertancap di hati untuk menulis sebuah buku, telah mencambuk saya selalu semangat menggerakkan jari-jemari, merangkai kata menjadi sebuah cerita.

    Tentunya, usaha saya tak akan membuahkan hasil, jikalau tak mendapat bantuan dan dukungan dari orang lain. Mereka adalah suami, anak, rekan-rekan guru, para penulis hebat, dan tak kalah pentingnya, siswa-siswi saya yang sangat menginspirasi tulisan saya. Terlebih lagi, setelah saya mengenal Om Jay dan Pa Haji Thamrin Dahlan, pemilik Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan (YPTD). Kedua orang luar biasa ini semakin membuat saya lebih semangat untuk menyelesaikan tantangan ini. Walaupun saya mengenalnya hanya lewat WA, namun saya sudah dapat memastikan bahwa mereka berdua adalah orang-orang baik yang telah Allah kenalkan kepada saya. Saya yakin, pertemuan kami sudah diatur oleh-Nya. Semoga ini menjadi jalan saya menggapai mimpi-mimpi saya yang lainnya.

    Setiap orang pasti punya mimpi. Mimpi yang indah dan menjadi harapan yang besar di masa depan. Mimpi itu akan dapat terwujud hanya jika kita mau berikhtiar dan bekerja keras untuk mewujudkannya. Tak ada mimpi yang menjadi kenyataan tanpa usaha. Tak akan ada orang yang ingin mempunyai uang milyaran hanya dengan memimpikannya lalu besoknya uang itu ada. Begitu pula mimpi yang saya harapkan. Tak akan bisa terwujud apabila saya tidak mengikuti tantangan menulis selama sebulan ini.

    Pandemi telah memberi hikmah tak ternilai buat saya. Begitu banyak ilmu dan pengalaman yang saya dapatkan selama ini. Sangat banyak kesempatan yang telah Allah berikan pada saya untuk mengenal orang-orang hebat dalam dunia pendidikan. Kemudian Dia libatkan saya dengan mereka, sehingga saya dapat menerapkan ilmunya kepada siswa. Lalu siswa pun menerima apa yang saya sampaikan. Mereka termotivasi untuk terus belajar. Kenyataan seperti ini sudah sangat membuat saya bahagia. Kerja keras saya tak sia-sia. Ingin membuat mereka punya makna, untuk orang tua, guru, teman, agama, dan negara. 

    Melalui tulisan, saya coba merangkai pesan. Harapan saya, siswa dapat menangkap pesan yang saya sampaikan. Bahwa sesungguhnya, setiap mimpi indah bisa digapai jika kita mau berusaha. Jangan menyerah seandainya mimpimu belum menjadi kenyataan. Mungkin Tuhan belum menentukan waktunya, atau bisa jadi usahamu belumlah seberapa. Tuhan ingin melihat kesungguhan ikhtiarmu. Ikhtiar yang disertai doa-doa permohonan pada-Nya. 

    Ingatlah selalu kepada orang-orang yang telah membantu kita. Kenanglah jasanya hingga akhir masa. Tanpa mereka kita bukanlah siapa-siapa. Perbanyak doa keberkahan bagi mereka. Niscaya kesuksesan akan mudah kita raih. Teruslah berusaha menggapai mimpi-mimpimu. Jangan jadikan kesusahan yang sekarang dihadapi menjadi penghalang jalannya. Tak ada yang tak mungkin. Jika Tuhan telah menghendaki, pastilah akan terjadi. So, ever onward, never retreat! Itu kalimat yang saya baca di komen blog entah tulisan keberapa. Komentar yang datangnya dari suami saya. Maju terus pantang mundur. Kadang diplesetkan olehnya menjadi "Maju perut pantat mundur", gambaran bentuk tubuh saya yang sekarang, hehe.. 

Selamat malam dan selamat beristirahat semuanya, jangan hapus mimpimu ya..

Subang, 27 Februari 2021

Tuti Suryati, S.Pd

SMPN 2 Subang




Jumat, 26 Februari 2021

Temani Aku Sekolah, Ayah..

Kumpulan Kisah Kami di Masa Pandemi (Part 26)

    Siang itu, saya menerima banyak wapri dari rekan-rekan guru yang isinya hampir sama. Mereka mengabarkan bahwa salah satu siswa saya yang bernama Irfan belum pernah mengumpulkan tugas sekalipun. Setelah saya cek sendiri di daftar tugas mapel saya, Irfan juga tidak ada nilainya. Saat itu menjelang pembagian raport semester ganjil. Sebelumnya, sudah beberapa kali saya hubungi dia tapi belum juga ada responnya. Nomor orang tuanya belum saya simpan di hape. Kemungkinannya jika bukan lupa pasti terhapus. Saya seperti kehilangan jejaknya. Kepanikan saya muncul. Bagaimana caranya menyelamatkan dia?

    Berkat bantuan orang tua siswa (sebut saja Mamah Nayla) yang kebetulan bertetangga dengan keluarga Irfan, akhirnya saya mendapatkan nomor telepon ayah dan ibunya. Dari cerita Mamah Nayla, saya memperoleh informasi bahwa ibu Irfan adalah seorang pegawai kelurahan yang selalu sibuk di tempat kerjanya. Sedangkan ayahnya bekerja sebagai prajurit TNI. Sebagai tetangga, tentunya Mamah Nayla sangat mengenal orang tua Irfan. Apalagi, Irfan adalah teman anaknya, Nayla, semenjak duduk di bangku Sekolah Dasar. Kabar ketidakaktifan Irfan dalam PJJ sudah disampaikan oleh Mamah Nayla kepada ibunya. Namun katanya, ibu Irfan hanya mengiyakan, tak bisa mengambil langkah tegas kepada anaknya. Mungkin karena kesibukannya di kelurahan.

    Sehari kemudian, saya menghubungi nomor hape ibunya. Alhamdulillah terhubung. Setelah berbincang melalui panggilan WA, kesepakatan pun kami dapatkan. Ibu Irfan akan bersedia datang ke sekolah memenuhi undangan saya dua hari berikutnya. Saya sudah tak sabar menunggu pertemuan dengannya. Permintaan maaf dan ucapan terima kasih darinya mengakhiri obrolan kami.

    Saat yang saya nantikan pun tiba. Di hari Sabtu yang cukup cerah, saya bertemu dengan ibu Irfan yang datang sendiri tanpa anaknya. Sebelumnya, saya meminta padanya agar Irfan ikut serta. Namun katanya, Irfan tak mau mengikuti ajakannya karena malu dan takut pada saya. Tak lupa saya memberitahukan kabar kedatangannya kepada guru BK kelas IX, Bu Lyta.

    Kami berdua lalu membawanya ke ruang BK. Ibu Irfan memilki postur tubuh yang tinggi dan langsing. Hari itu ia mengenakan gamis ungu muda bercorak bunga-bunga kecil yang agak sedikit kusut, serta kerudung geblus (bergo) warna senada. Penampilannya dilengkapi dengan sandal selop flat coklat terbuat dari kulit sintetis. Mirip seperti sandal made in Garut yang pernah saya beli. Sambil berjalan menuju ruang BK, ia mengatakan bahwa dirinya belum lama melahirkan adik Irfan. Umur bayinya masih 3 bulan. Karena melahirkan secara sesar, kondisinya masih belum terlalu stabil. Saya memakluminya karena saya juga pernah mengalaminya. Ketiga anak saya lahir dengan cara yang sama.

    Di ruang BK, kami berbincang panjang lebar tentang perkembangan belajar Irfan. Terutama nasib nilai raport yang akan Irfan dapatkan dengan tak adanya tugas yang ia kumpulkan. Dari cerita ibu Irfan, diketahui bahwa Irfan sebetulnya anak yang pandai. Tapi entah mengapa, setelah adanya PJJ ia berubah menjadi pemalas. Ibu Irfan juga bercerita bahwa suaminya tak pernah mau mengurusi hal-hal yang berhubungan dengan sekolah anaknya. Tugasnya hanyalah memberi nafkah dan membiayai sekolah Irfan. 

    Di sisi lain, tugas ibu Irfan sendiri sangatlah berat. Mengurus seorang bayi yang masih sangat membutuhkan perhatiannya bukanlah perkara yang mudah. Rasa lelah pasti mewarnai hidupnya sehari-hari. Belum lagi urusan kerjanya di kelurahan. Sekarang, beban itu bertambah dengan mengurus perkembangan sekolah anaknya juga. Wah, tak betul itu.. Di akhir pembicaraan, saya dan Bu Lyta memintanya datang kembali di lain waktu tapi harus dengan suaminya.

    Besoknya, orang tua Irfan menemui kami lagi. Percakapan semakin seru dengan adanya ayah Irfan di antara kami. Awalnya, ayah Irfan mengelak ketika disebut oleh istrinya tak mau memperhatikan anaknya. Mungkin gengsi atau malu jika istrinya mengungkap kebenarannya di depan orang lain. Setelah kami jelaskan kondisi Irfan yang sebenarnya, baru ayahnya mau mengerti. Ia pun mengakui kesalahannya. Ia mengira Irfan tak akan seperti ini. Semua urusan Irfan ia percayakan kepada istrinya. Akhirnya, ayah Irfan berjanji akan menasehati anaknya supaya mau mengerjakan tugas-tugasnya. Nilai raport Irfan dapat terselamatkan.

    Dari cerita di atas, dapat kita ambil pelajaran berharga tentang pentingnya peran seorang ayah terhadap perkembangan anak-anaknya. Dalam hal ini perkembangan pendidikannya. Bukan hal yang aneh jika seorang ayah enggan mengurusi kepentingan sekolah anaknya. Sebagian besar ayah tak mau mengantarkan anaknya ke sekolah, apalagi mengambil raportnya. Semua diserahkan kepada ibunya. Ibunya dianggap paling sesuai untuk tugas ini. Ayah hanya bertugas memenuhi kebutuhan sekolahnya. 

    Idealnya, harus ada kerja sama antara ibu dan ayah dalam mengasuh dan mendidik anak. Kehadiran seorang ayah sangat penting dalam keluarga. Jika saja sang ayah mengetahui hal ini, tentu tak akan mau melewatkan kesempatan untuk selalu bersama keluarga serta mengasuh dan mendidik anaknya. Seharusnya, ayah berperan sebagai seorang teman, pelindung, tempat curhat, penyemangat, dan pemberi ketenangan bagi anaknya. Ia adalah seorang raw model yang akan ditiru oleh putra-putrinya. Bukankah tugas ayah juga untuk menyelamatkan keluarganya dari siksa api neraka? Semua tergantung pada kalian semua, wahai para ayah..

Subang, 26 Februari 2021
Salam damai bagi para ayah..

Tuti Suryati, S.Pd
SMPN 2 Subang



 

    

     

    

Kamis, 25 Februari 2021

Sudahkah Siswa Anda Tertawa?

Kumpulan Kisah Kami di Masa Pandemi (25)

Bab. 25


Sudahkah Siswa Anda Tertawa?

    Malam ini saya mengikuti webinar Public Speaking for Teacher dengan tema "Dari belajar menulis menuju belajar bicara" bersama Pak Akbar Zainudin. Beliau adalah seorang trainer dan motivator nasional, serta penulis best seller, Man Jadda Wa Jadda . Webinar ini adalah salah satu program PGRI untuk peningkatan kompetensi guru dan mutu pendidikan nasional. Karena saya terlambat bergabung dalam Zoom, saya pilih menyimak live streamingnya di Youtube. 

    Banyak sekali hal yang saya pelajari dari webinar ini, terutama yang berhubungan dengan cara berbicara yang baik dan menarik kepada siswa. Materi yang sempat saya catat diantaranya tentang hal-hal penting menjadi pembicara hebat dan keterampilan public speaking.

    Hal-hal penting untuk menjadi seorang pembicara yang hebat adalah:
    1. Mencintai pekerjaan
    2. Perkuat kelebihan
    3. Bangun percaya diri
    4. Banyak berlatih
    5. Punya mentor

    Sedangkan keterampilan public speaking meliputi:
    1. The voice (intonasi suara)
    2. The body (bahasa tubuh)
    3. The media (media pembelajaran)
    4. The delivery (cara menjelaskan)

    Dari kedua materi di atas, yang sangat membekas di hati saya adalah tentang senyum. Senyum sebagai penyejuk hati. Tentunya senyum yang dimaksud adalah senyum yang tulus dan ikhlas. Senyum sebagai gambaran suasana hati yang bahagia dapat menularkan kebahagiaan pula pada siswa. Lebih jauh, Pak Akbar memberikan kiat supernya: "Jika ingin orang lain tersenyum kepada kita, maka tersenyumlah lebih dulu. Jika ingin orang lain menghargai kita, maka hargailah lebih dulu. Jika ingin orang lain berbuat baik kepada kita, maka berbuat baiklah lebih dulu". Luar biasa sekali..

    Pada sesi tanya jawab, saya sempat mencatat kutipan Pak Akbar yang sangat bermakna, "Dalam satu tahun pandemi ini, sudahkah Anda bisa membuat siswa tertawa? Jika belum berarti harus ada cara untuk memperbaikinya". Beliau mengatakan bahwa dalam 3 menit pertama ketika memulai pembelajaran guru harus bisa membuat siswa tertawa. Bisa dengan joke, video lucu, atau yang lainnya. 

    Dari pengalaman pribadi, saya sering memberikan candaan lucu kepada siswa. Candaan itu bisa berupa pertanyaan iseng ketika sedang belajar. Sebagai contoh, ketika sedang membahas materi saya bertanya tentang nama-nama menteri kabinet yang sekarang. Tidak nyambung pastinya dengan pelajaran saya. Namanya juga pertanyaan iseng. Kebanyakan siswa tak begitu hafal nama-namanya. Lalu saya pun mengakui sama seperti mereka, tak banyak nama menteri yang saya hafal, apalagi sudah mengalami berkali-kali resuffle. Berbeda dengan jaman saya SMP dulu, semua nama menteri pasti ingat, karena biasanya digunakan dalam soal ulangan. Lalu siswa pun menertawakan saya, "Kirain Ibu hafal.."

   Contoh lainnya, ketika saya melatih pronunciation siswa. Sebagian besar siswa saya adalah keturunan Sunda. Biasanya, orang Sunda sangat sulit mengucapkan huruf "f" dalam melafalkan sebuah kata seperti kata "finish" dibaca "pinish". Kata "beautiful" menjadi "beautipul", dan sebagainya. Sama halnya dengan kata "fitnah" dibaca "pitnah", atau "Saiful" menjadi "Saipul". Lumayan, pembahasan seperti ini saja sudah bisa membuat siswa tertawa. Pokoknya, apa saja yang bisa membuat mereka senang akan saya lakukan. Karena jika siswa senang dengan pelajaran kita, maka akan mulus pula proses belajarnya. 

    Satu lagi, ketika ada orang lain atau siswa yang bertanya, jangan lupa berdoa kepada Tuhan untuk meminta petunjuk dan kemudahan dalam menjawabnya. Itu tips terakhir dari Pak Akbar yang bisa saya tangkap. Alhamdulillah, saya selalu menerapkannya. Setiap kali akan berbicara, kita disarankan membaca doa sebagi berikut: "Rabbish rah lii sadrii. Wa yassir lii amrii. Wahlul uqtadam millisaani. Yaf qahuu qawlii." 

    Terima kasih Pak Akbar Zainuddin atas ilmunya. Semoga akan semakin banyak guru hebat di negeri ini yang bisa membuat siswanya tertawa. Tertawalah sebelum dilarang. Terutama di masa pandemi ini, tertawa adalah obat paling mujarab menghadapi korona. Dengan tertawa, imun akan meningkat. Asal jangan tertawa sendiri yang tak ada asal muasalnya. Kecuali tertawa ketika membaca WA, itu masih bisa dimaklumi..

Salam bahagia buat teman-teman guru semua..

Subang, 25 Februari 2021

Tuti Suryati, S.Pd
Guru Bahasa Inggris SMPN 2 Subang




    

Rabu, 24 Februari 2021

Di Ambang Menyerah

Kumpulan Kisah Kami di Masa Pandemi (Part 24)

    Hari ini, saya mencoba menuliskan kisah tentang kekuatan yang tersisa untuk menerima tantangan menulis setiap hari di bulan Februari 2021. Saya menulis kisah ini saat sakit maag saya kambuh  sejak tadi sore, entah apa penyebabnya. Mungkin karena saya salah makan atau kondisi saya yang memang sedang tidak fit. Menjelang maghrib, maag saya semakin terasa. Sepertinya meminta perhatian yang lebih serius.

    Dalam keadaan seperti itu, saya masih berusaha menyelesaikan tugas mempersiapkan materi yang akan saya berikan besok pagi. Untuk mengurangi rasa sakit, saya lalu mengonsumsi obat pereda nyeri perut yang biasa saya minum setiap sakit maag saya kambuh. Tapi, sakitnya tidak langsung berhenti, bahkan semakin menjadi. Perut rasanya kembung dan keras, belum lagi ditambah rasa seperti kain yang diperas. Subhanallah, sakitnya bukan main.

    Di saat sedang sakit seperti ini, saya teringat tulisan untuk lomba yang belum saya kerjakan. Rasa bimbang muncul dan mengganggu hati dan pikiran saya. Akankah saya mampu menulis dalam kondisi sakit seperti ini atau tidak? Usaha berikutnya, saya meminum obat maag cair yang dibelikan  anak saya di apotik dekat rumah. Saya tunggu reaksinya. Ternyata, tidak memberikan perubahan yang saya inginkan. Perut masih terasa penuh dan susah untuk buang angin. Sementara, jarum jam terus merangkak naik, melaju dengan cepat mendekati akhir waktu pengiriman tulisan. Saya semakin galau dan bingung.

    Selanjutnya, saya japri Om Jay tentang kondisi saya. Saya menanyakan kemungkinan yang akan saya dapatkan jika saya tidak menulis hari ini. Dapatkah mengirimnya esok hari beserta tulisan berikutnya? Namun, respon Om Jay belum juga saya terima. Setelah itu, saya meminta saran kepada suami bagaimana tindakan saya selanjutnya. Dia menyarankan saya untuk beristirahat. Kesehatan adalah yang paling utama.

    Karena belum merasa yakin, kemudian saya menghubungi Neng Ditta. Pertanyaan yang sama saya ajukan padanya. Neng Ditta menyebutkan bahwa sesuai dengan ketentuan yang sudah disepakati, setiap peserta harus mengirimkan tulisannya setiap hari. Jika tidak, maka panitia akan menganggap peserta gugur dari lomba. Hal ini membuat saya terus berpikir, akankah usaha saya mengikuti tantangan ini harus berakhir hari ini? Berkat saran Neng Ditta, saya menyuruh anak saya untuk menuliskan kisah ini dan saya yang bercerita.

    Beberapa jam kemudian, perut saya bereaksi. Rasa mual yang sejak maghrib meronta-ronta, membuat saya tak tahan untuk muntah. Hampir semua makanan yang saya konsumsi dari siang hari, sekarang keluar lagi. Biasanya, jika ada suami di rumah akan membantu meringankan sakit saya dengan memijat leher sampai terasa lebih nyaman dan enakan. Namun, karena tempat tugasnya di luar kota, mengharuskan ia tinggal untuk 5 hari lamanya dari Senin hingga Jumat, sehingga saya harus mengatasinya sendiri.

    Berkat bantuan anak saya, akhirnya tulisan ini dapat terselesaikan juga. Alhamdulillah, saya masih bisa melanjutkan tantangan menulis yang tinggal beberapa hari lagi. Terima kasih kepada Neng Ditta yang sudah memberikan semangat dan saran terbaiknya. Melalui tulisan ini, saya berpesan kepada pembaca, khususnya siswa-siswi saya, untuk tidak cepat menyerah dalam menghadapi kondisi yang sesulit apapun. Yakinlah bahwa Allah akan selalu memberi jalan dan kemudahan jika kita bersungguh-sungguh. Kisah ini adalah buktinya.

    Seiring dengan berkurangnya rasa sakit setelah muntah, saya akhiri tulisan ini dengan harapan semoga tidak ada lagi kejadian tak terduga yang akan menghalangi saya dalam menyelesaikan tantangan ini. Cukup sekian dan selamat beristirahat. Semoga kesehatan saya segera pulih kembali.


Subang, 24 Februari 2021

Tuti Suryati, S.Pd.

SMPN 2 Subang



Selasa, 23 Februari 2021

Aksi Kemanusiaan Warga Spanda

Kumpulan Kisah Kami di Masa Pandemi (23)

Bab. 23

Aksi Kemanusiaan Warga Spanda


    Semenjak banjir dan longsor melanda beberapa wilayah Subang, telah banyak pihak yang memberikan bantuan kemanusiaan, baik moril maupun materil. Wilayah terdampak banjir yang cukup parah sebagian besar berada di jalur Pantura, seperti Pamanukan, Ciasem, dan Blanakan. Sedangkan bencana longsor banyak terjadi di wilayah pegunungan. Warga SMPN 2 Subang (Spanda) tak tinggal diam. Kami ikut serta memberikan bantuan dengan menggalang dana dari para guru dan karyawan sekolah. 

    Di saat kami sedang menghimpun dana bantuan untuk warga Pamanukan, datanglah kabar bahwa ada siswa kami yang juga mengalami musibah akibat tanah longsor di dekat rumahnya. Lokasinya di dusun Cimerta, sekitar 2 kilometer dari sekolah. Sebut saja namanya Sofia, siswa kelas VIII. Berdasarkan keterangan dari wali kelasnya, Sofia biasanya rajin mengikuti pembelajaran dan mengirimkan tugas. Tapi,  seminggu setelah bencana terjadi, tak terdengar lagi kabarnya. Setelah wali kelasnya menelusuri, ternyata Sofia dan keluarganya terdampak longsor akibat hujan deras yang turun selama tiga hari berturut-turut. Sofia masih trauma dengan peristiwa itu. Makanya, ia belum sempat memikirkan PJJ. Perhatiannya masih terfokus pada pemulihan kondisi rumah dan keluarganya. Beruntung rumahnya tidak mengalami kerusakan yang parah. Sebagian besar barang-barangnya masih bisa terselamatkan.

    Hari berikutnya, penyaluran bantuan dilaksanakan. Ibu Kepala Sekolah mewakili pengiriman ke wilayah Pamanukan. Sedangkan bantuan untuk Sofia diberikan oleh wali kelasnya. Alhamdulillah, di sela kesibukan kami memberikan pembelajaran, masih dapat melakukan aksi kemanusiaan membantu saudara-saudara kami yang terkena musibah.

    Di samping kedua kegiatan di atas, ada seorang guru di sekolah kami, Bu Elis namanya, yang ikut tergerak membantu korban banjir di Pamanukan. Beliau telah berhasil menghimpun ibu-ibu majelis taklim asuhannya untuk menggalang dana bantuan yang kemudian disalurkan kepada warga desa Mulyasari, Pamanukan. Bu Elis beserta rombongan langsung berangkat menuju lokasi terdampak. Warga setempat sangat menyambut baik aksinya. Bantuan yang diberikan berupa bahan makanan pokok seperti beras, minyak, mie instant, dan sebagainya. Hingga Bu Elis dan rombongan majelis taklimnya pulang kembali ke desa Cikaum, tempat di mana beliau tinggal, banjir masih menggenangi desa Mulyasari. Sebelumnya, desa ini terendam banjir sampai atap rumah. Syukurlah, sekarang sudah semakin surut.


    Itulah beberapa contoh aksi kemanusiaan yang dilakukan oleh warga Spanda. Pastinya, telah banyak instansi atau komunitas peduli bencana lainnya yang sudah melakukan aksi yang sama. Hingga saat ini, kondisi wilayah terdampak belum pulih kembali. Selama hujan yang mengguyur tanah kami masih deras dan berkepanjangan. Aksi kemanusiaan masih terus berlanjut, dalam rangka meringankan beban para korban bencana. Semoga masih banyak lagi manusia yang berhati mulia dan berjiwa sosial tinggi, yang mau membantu mereka. Dan semoga yang terkena musibah akan bersabar menghadapinya.

    Sebagai makhluk Tuhan, sudah sepantasnya kita menolong orang lain yang sedang kesusahan, tanpa melihat perbedaan ras, suku, dan agama. Rasul sendiri telah mencontohkannya dengan menolong seorang wanita buta Yahudi yang setiap hari selalu mencaci maki beliau. Apalagi sekarang banyak saudara kita setanah air yang sedang dilanda musibah banjir, tanah longsor atau angin puting beliung. Mereka menunggu uluran tangan kita. 

    Sebelum mengakhiri kisah ini, saya selipkan sebuah ayat Alquran yang artinya: "Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa. Dan jangan tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya." (Q.S. Al-Maidah:2)

    Semoga tulisan ini dapat memberikan inspirasi kepada kita semua, untuk bergerak membantu saudara kita yang sedang kesusahan. Tentunya, sesuai dengan kemampuan kita. Dan semoga, bencana di tanah air kita akan segera berakhir. Kepada para korban bencana, semoga selalu diberi kesabaran dan keikhlasan. Yakinlah, selalu ada hikmah di balik sebuah musibah. Allah tak akan menguji umat-Nya di luar batas kemampuannya. Kapan musibah ini akan berakhir? Kapan pandemi Covid-19 akan selesai? Hanya Allah yang tahu. Wallahu a'lam bish shawab..

Subang, 23 Februari 2021

Tuti Suryati, S.Pd 

SMPN 2 Subang



Senin, 22 Februari 2021

Takut Salah? Pede Aja...

Kumpulan Kisah Kami di Masa Pandemi (Part 22)

    Semenjak saya mengikuti lomba tantangan menulis di blog tiap hari di bulan Februari 2021 yang diselenggarakan oleh PGRI dan IGTIK, banyak pengalaman yang saya dapatkan, lahir maupun batin. Dari awal membaca flyer lombanya, saya sudah tertarik untuk mengikutinya. Apalagi ada keterangan di sana yang menyatakan bahwa setiap tulisan yang masuk dan diposting di website YPTD (Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan) akan dibukukan dan diterbitkan secara gratis. Wah..tambah semangat saja rasanya. Sudah lama saya mengidamkan bisa menulis dan menghasilkan sebuah buku. Semoga saja ini adalah jalan yang Allah tunjukkan untuk saya. 

    Pengalaman lahir yang pertama saya dapatkan setelah mengikuti lomba ini, saya banyak mengenal para penulis hebat dan berkelas dari seluruh penjuru tanah air. Mereka sudah sangat berpengalaman. Berbagai event sudah mereka ikuti. Banyak pelatihan yang telah menambah ketajaman berpikir mereka tentang cara menuangkan ide dalam sebuah tulisan. Jadilah mereka para penulis yang luar biasa, setelah digodog dalam kelas latihan menulis bareng penulis-penulis handal dan terkenal seperti Om Jay dkk. (Maaf, saya kenalnya Om Jay saja, karena belum pernah mengikuti pelatihannya). Tulisan mereka sangat bagus, tertata, informatif, dan inspiratif. Keren abis deh pokoknya...

    Pengalaman berikutnya, saya jadi tahu bagaimana membuat tulisan yang baik dan benar. Bermodalkan pengalaman menulis dua buku antologi bersama para guru dan dosen yang ada di komunitas pendidik Kelas Kreatif Indonesia asuhan Pak Dadan, M.Pd, saya mulai memahami bahwa menulis sebuah artikel yang baik dan benar harus sesuai dengan aturan PUEBI dan tak boleh terlalu banyak kalimat dalam setiap paragrafnya. 

   Penulisan judul juga harus menarik, jangan terlalu panjang dan susah dimengerti. Dari grup menulis ini pula saya mengenal istilah proof-reading, self-editing, dan peer-editing. Ilmu yang saya dapatkan tersebut telah membantu saya membuat tulisan yang cukup menarik untuk dibaca (kata orang lho, bukan kata saya, hehe...)

    Setelah mengikuti lomba ini, saya mendapatkan semakin banyak informasi. Dari tulisan para blogger hebat seluruh Indonesia, saya dapat membaca dan menganalisa gaya tulisan mereka. Terlihat sangat terlatih, terutama yang sudah sering malang-melintang di dunia tulis menulis. Hal ini terlihat dari banyaknya orang yang tertarik untuk membaca tulisannya, serta komentar yang diberikan. Dan itu saya pelajari setiap hari.

    Pengalaman batinnya, saya menjadi tertantang untuk terus mencari ide setiap harinya. Tentu saja harus dengan usaha yang maksimal. Ide bisa muncul dari membaca artikel di internet, pengalaman mengajar di sekolah, atau dari sebuah video. Apapun bisa mendatangkan ide. Bahkan dengan berdiam diri saja ide bisa muncul seketika. Diamnya seorang penulis punya makna. Bukan hanya molohok dan ngahuleung teu puguh. Intinya, otak harus terus bekerja.

    Selain itu, peran batin semakin terasa. Setiap menuangkan ide dalam tulisan, tak pernah lepas dari doa memohon petunjuk dan kemudahan kepada Allah. Suara hati mendominasi isi tulisan. Menulis harus dengan hati, bukan mengungkapkan kebohongan. Jadi, kejujuran kita akan selalu terasah dan terjaga. 

    Tapi, ada juga perasaan minder setelah membaca tulisan mereka. Apalagi setelah berkenalan di dunia maya dengan Neng Ditta Widya Utami, seorang penulis muda yang punya banyak pengalaman luar biasa. Masih muda tapi sudah banyak prestasi dalam menulis. Salah seorang nara sumber hebat dalam kelas menulis asuhan OmJay. Sudah membuahkan buku tunggal, serta banyak buku antologi dan kolaborasi, yang diterbitkan oleh penerbit mayor. 

       Dari guru IPA SMPN 1 Cipendeuy Subang ini, saya belajar banyak hal tentang menulis. Lengkaplah sudah rasa minder saya. Ternyata saya belum apa-apa dibanding mereka. Seketika, saya agak terpengaruh juga. Tapi alhamdulillah tak lama. Bayangan siswa tiba-tiba melintas dalam pikiran saya.

    Selama PJJ, banyak siswa yang mengeluh tentang pelajaran yang mereka dapatkan. Sebagian besar keluhannya karena mereka belum mengerti apa yang dijelaskan oleh gurunya. Begitu juga dengan mata pelajaran Bahasa Inggris. Masih ada beberapa siswa yang curhat ke saya bahwa mereka belum mahir berbahasa Inggris. 

    Setelah mengetahui masalahnya, saya coba menumbuhkan rasa percaya diri mereka. Sering saya katakan pada siswa untuk mengacuhkan kesalahan dalam belajar. Salah dalam belajar itu wajar. Dari kesalahan kita dapat memperbaikinya. Tak ada manusia yang tak pernah berbuat salah. Bahkan seorang Nabi sekalipun. Hanya malaikat yang tak pernah membuat kesalahan. Karena Allah menciptakan mereka seperti itu. 

    Dan sekarang, saya merasa minder dan tidak percaya diri pula dengan tulisan-tulisan saya. Apa kata mereka? Bukankah saya yang selalu memotivasi mereka untuk selalu berani berbuat salah dalam belajar. Seperti yang diucapkan oleh seorang siswa kelas VIII, ketika mengumpulkan salah satu tugas, "Maafkan saya, Bu. Bahasa Inggris saya belepotan, karena waktu SD tidak ada pelajaran Bahasa Inggris." Seer... Dalam hati saya memuji kejujurannya. Kemudiam saya balas, "Ga apa-apa. Nanti mah harus lebih sering belajar dan latihan, ya.." Dan respon yang sama selalu saya berikan pada mereka yang mengakui kekurangannya. 

    Ternyata, rasa tidak pede itu bukan milik siswa saja. Gurunya pun punya perasaan yang sama. Kita sama-sama manusia yang diciptakan dengan banyak kekurangan. Kelebihan yang kita punya hanyalah sedikit. Jika kita merasa sudah mempunyai banyak kelebihan, tandanya penyakit sombong sudah menggerogoti batin kita. Apalagi kelebihan berat badan. Yang ini memang harus dihempaskan...

    Sebelum mengakhiri tulisan ini, saya sertakan kutipan artikel dari cantik.tempo.co tentang 5 Tips Meningkatkan Rasa Percaya Diri, yaitu:

1. Berhenti membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Pertama, tanamkan dalam diri anda, bahwa hidup bukanlah sebuah kompetisi.

2. Sayangi diri dengan gaya hidup sehat dan self-care.

3. Menerima keraguan diri.

4. Menerapkan self-compassion atau pemahaman untuk diri sendiri, tatkala dilanda momen yang tidak mengenakkan.

5. Melawan pikiran negatif.

    Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca semuanya. Terutama bagi siswa-siswi saya yang masih semangat dengan pembelajaran jarak jauhnya. Jangan takut melakukan kesalahan, karena dari sebuah kesalahan kita dapat belajar menjadi lebih baik dan bahkan terbaik. Sebuah pepatah Inggris dapat menjadi renungan bersama: "Confidence comes not from always being right but from not fearing to be wrong"

Subang, 22 Februari 2021

Salam blogger persahabatan

Tuti Suryati, S.Pd

Guru Bahasa Inggris di SMPN 2 Subang





Minggu, 21 Februari 2021

Baiti Jannati...

Kumpulan Kisah Kami di Masa Pandemi (Part 21)


    Permasalahan yang muncul dalam PJJ tak selalu berasal dari kemalasan siswa. Ada kalanya masalah bermula dari hubungan keluarga yang kurang harmonis antara ibu dan ayah, atau orang tua dengan anaknya. Ketidakharmonisan ini menyebabkan sang anak merasa tidak percaya diri dan kehilangan motivasi untuk mengikuti pembelajaran. Dalam tulisan ini, saya mencoba memberikan contoh gambaran keluarga yang dimaksud.

    Dari sekian banyak siswa yang menghindari PJJ, ada satu dalam catatan saya yang mempunyai kisah unik dan patut menjadi cerminan untuk hidup kita. Namanya Prima Satya. Kami biasa memanggilnya Prim atau Prime (seperti nama tokoh utama dalam film Transformers, Prime Maximus), hehe.. Dia kelas IX sekarang. Sejak awal pembelajaran, Prim tak pernah aktif berpartisipasi. Hingga sampai pada pertemuan yang keempat di semester ganjil. ibunya mempunyai inisiatif untuk datang ke sekolah dan menceritakan apa yang sebenarnya terjadi dengan Prim.

    Prim adalah anak kedua dari 2 bersaudara. Ayahnya seorang kontraktor pembangunan jalan raya. Sedangkan ibunya seorang ibu rumah tangga biasa yang menyambi sebagai penjual kue bungkusan seperti roti atau aneka keripik. Sebenarnya, Prim adalah anak tirinya. Ibu kandungnya sudah cukup lama bercerai dengan ayahnya. Prim tinggal serumah dengan ibu sambung dan kakak laki-lakinya. 

        Pekerjaan sang ayah yang sering berada di lapangan, menyebabkan kehadirannya jarang dinikmati bersama keluarga. Apalagi jika lokasinya jauh di luar kota. Hal inilah yang kemudian membuat Prim sering keluar rumah bermain dengan teman-teman gengnya seharian dan pulang larut malam. Begitu juga dengan kakaknya. Padahal, menurut ibu sambungnya, dia telah berusaha sebaik mungkin menjadi ibu buat keduanya. Semua keperluan selalu ibunya siapkan setiap hari. Mulai dari sarapan pagi, uang saku, makan siang, hingga makan malam.

    Kebaikan ibu sambungnya tak disambut dengan kebaikan pula oleh kedua anaknya. Justru sebaliknya, mereka sering tak mengindahkan nasehat ibunya. Prim menjadi seorang pembangkang. Jika sudah demikian, jalan satu-satunya yang ibunya lakukan adalah menceritakannya pada ayahnya. 

    Kepada ayahnya, Prim selalu mengalah. Dengan sedikit ancaman atau gertak sambal dari ayahnya, bahwa sekolahnya akan dihentikan jika ia terus membangkang dan malas belajar, Prim sejenak berubah menjadi penurut. Tapi itu tak berlangsung lama. Setelah ayahnya pergi ke lapangan, kembali keluar sifat aslinya. 

    Entah apa alasannya Prim dan kakaknya bersikap demikian. Sebagai seorang wanita, pastilah ibu sambungnya merasa tersakiti. Bagaimana tidak, dia telah merawat Prim sejak masih bayi. Tapi mengapa, setelah besar dan menjadi remaja abege, kelakuannya sangat mengecewakannya. 

  Hanya bibinya, yang masih mendapat tempat di hati Prim. Pada bibinya, Prim sering curhat tentang kondisinya. Prim selalu menuruti apa yang disampaikan bibinya. Mungkin karena bibinya mengingatkannya pada ibu kandungnya. Jika ibu sambungnya merasa sudah tak tahan dengan sikap Prim, kalimat yang keluar dari mulutnya adalah, "Nanti Bunda kembalikan kamu ke ibumu dan tidak tinggal di sini lagi." Prim hanya diam dan tak menggubris kalimat ibunya. 

    Seminggu kemudian, sang ibu kembali ke sekolah bersama Prim dan ayahnya, memenuhi panggilan saya sebagai walikelasnya dan guru BK. Awalnya, sangat sulit meminta ayahnya datang menemui kami. Tapi, setelah kami jelaskan pengaruh kehadirannya terhadap perkembangan belajar Prim, akhirnya ayahnya menyempatkan diri. 

    Dari perbincangan di antara kami, terlihat komunikasi antara ayah, anak, dan ibu sambungnya kurang terjalin. Sepertinya, ayahnya selalu memarahi jika berada di rumah. Ayahnya menegaskan Prim untuk kembali mengikuti PJJ dan selalu menuruti perkataan ibu sambungnya. Diskusi kami berakhir dengan kesepakatan Prim akan ikut belajar daring. Ibu sambungnya merasa sedikit lega. Berharap Prim akan berubah menjadi anak baik dan rajin belajar.

    Dari gambaran kisah di atas, dapat diambil pelajaran yang berkaitan dengan keharmonisan sebuah keluarga. Harmonisnya keluarga akan membuat anggotanya betah tinggal di rumah. 

       Dalam Islam, kondisi ini sering disebut dengan Baiti Jannati, Rumahku adalah Surgaku. Ya, rumah tempat kita tinggal bersama keluarga, selayaknya dapat memberikan ketenangan dan kebahagiaan dalam kondisi apapun. Untuk mencapainya, dibutuhkan kerja sama antar anggota keluarga. Lalu bagaimana kita dapat menggapai Baiti Jannati?

    Menurut Prof. Dr. H. Moh. Ali Aziz, M.Ag, Guru Besar UIN Sunan Ampel, dalam artikelnya yang berjudul, Baiti Jannati, Rumahku Surgaku, ada 3 akhlak utama yang harus diperhatikan untuk membangun Baiti Jannati, Rumahku Surgaku yaitu:

1. Komunikatif. Artinya, aktiflah berkomunikasi dengan Allah, orang tua, pasangan, mertua, dan putra- putri anda. 

2. Apresiatif. Artinya, memperbanyak syukur kepada Allah dan berterima kasih kepada pasangan. Hindari kebiasaan mengeluh, sebab itu tanda keimanan yang keropos dan mental yang sakit. Hargailah setiap jasa sekecil apapun.

3. Selektif. Artinya, pilihlah kata terindah untuk pasangan dan anak-anak. Jangan asbun (asal bunyi) tanpa berfikir akibat negatif dari kata yang diucapkan.Jangan pula astel (asal telan) semua informasi. Kita harus selektif terhadap informasi negatif tentang pasangan atau anak-anak. 

    Demikian kisah yang dapat saya tuliskan malam ini. Karena sudah larut dan mengantuk, saya akhiri saja sampai di sini. Semoga keluarga kita adalah yang termasuk dalam Baiti Jannati. Baik di dunia maupun di akherat, aamiin..

Subang, 21 Februari 2021

Slam persahabatan..

Tuti Suryati, S.Pd

SMPN 2 Subang





Sabtu, 20 Februari 2021

Apperception, The Appetizer of Learning

Kumpulan Kisah Kami di Masa Pandemi (Part 20)

    Dalam sebuah proses pembelajaran, terdapat 3 tahapan kegiatan yang harus dilakukan oleh seorang guru. Ketiga tahapan tersebut kita kenal sebagai Kegiatan Awal, Kegiatan Inti, dan Kegiatan Akhir. 

    Kegiatan awal merupakan kegiatan pendahuluan atau pembukaan, sebelum pemberian materi dan latihan pada kegiatan inti. Sedangkan kegiatan akhir berisi penyimpulan materi yang dipelajari, evaluasi kegiatan, dan pemberian tugas. 

          Keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh 10 menit pertama ketika kelas dimulai. Alokasi waktu 10 menit itu berisi salam, tegur sapa, dan apersepsi. Apersepsi sangat diperlukan untuk memastikan kesiapan siswa menerima pembelajaran. Ibarat makan, apersepsi adalah appetizernya. Makanan penggugah selera. Selera makan akan muncul jika makanannya enak dan lezat. Begitu juga dengan selera belajar. Akan keluar jika ada apersepsi yang menarik dan menyenangkan.

    Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Socrates.id, berjudul Pentingnya Apersepsi Pada Pembelajaran, disebutkan bahwa apersepsi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menarik perhatian peserta didik supaya fokus pada ilmu atau pengalaman baru yang akan disampaikan. 

    Ketika siswa masuk kelas, belum tentu benaknya ada di dalam kelas. Bisa jadi pikirannya masih mengingat yang lain, seperti chattingan, games, atau yang lainnya. Di sinilah pentingnya apersepsi, untuk membawa siswa kembali fokus ke dalam pembelajaran.

    Ada beberapa cara yang dapat guru lakukan sebagai apersepsi, antara lain menampilkan gambar atau video yang berhubungan dengan materi, membuat kuis singkat atau teka-teki, bernyanyi, membuat yel-yel, bermain games, dan menggambar atau menulis. Apersepsi yang diberikan tak selalu harus berkaitan dengan materi. Bisa juga yang berhubungan dengan pendidikan karakter, misalnya tentang kedisiplinan atau kejujuran.

    Sebelum adanya pandemi Covid-19, apersepsi dengan mudah dapat kita lakukan di kelas biasa. Guru berhadapan langsung dengan semua siswa yang ada di dalam kelas. Tetapi, setelah merebaknya virus Corona, format pembelajaran berubah menjadi PJJ atau istilah kerennya Distance Learning. Banyak guru lupa atau mengabaikan apersepsi. Kegiatan pendahuluan hanya berupa salam dan tegur sapa. Padahal, apersepsi sangat penting untuk menggugah selera belajar siswa.

    Saya pernah mencoba beberapa bentuk apersepsi di dalam kelas virtual meeting. Salah satunya dengan meminta siswa mencari sebuah benda yang ada di sekitarnya. Dengan begitu, siswa telah menggerakkan tubuhnya. Tidak hanya diam terpaku di depan layar hape atau laptop. Kegiatan ini cukup menarik perhatian siswa. Dengan cepat mereka menemukan sebuah benda seperti headset, pensil, tip-ex, buku, dan sebagainya. 

     Pada kesempatan lain, ketika kami sedang membahas resolusi tahun 2021, ada siswa yang mempunyai harapan bisa memainkan biola dengan baik dan lancar. Ternyata, siswa tersebut memiliki sebuah biola di rumahnya. Kemudian, saya memintanya memainkan biolanya. Wah... Saya sangat senang dan terharu menyaksikannya bermain biola dari rumah. Langsung saya abadikan momen berharga itu dengan kamera hape saya (sayangnya, saya tak bisa menemukan fotonya).

    Dari kegiatan ini, saya dapat melihat bakat terpendam dari beberapa siswa yang unik dan menarik. Selain bermain biola, ada juga yang hobi melukis, menulis unik dengan Lettering, atau bernyanyi. Saya biarkan mereka memperlihatkan kebisaannya. Saya apresiasi mereka dan memberikan semangat untuk terus berlatih. Siapa tahu, dari sini akan lahir bintang-bintang masa depan. 

    Bagi yang tidak terbiasa, mungkin kegiatan seperti ini tak ada artinya dan terkesan hanya membuang waktu saja. Nanonan atuh make kikituan sagala? Padahal, suasana hati siswa yang penuh rasa suka dan gembira yang muncul setelahnya, akan membuat mereka lebih siap dan fokus dalam mempelajari materi yang akan disajikan. Tentunya, hal ini tak lepas dari kemauan dan kreativitas guru. Mampukah dia menciptakan sebuah apersepsi yang menarik dan memotivasi siswa. 

   Guru diharapkan tidak hanya memberikan materi berupa file atau video saja, itupun tanpa penjelasan lebih lanjut darinya. Atau lebih parah lagi, guru hanya memberikan file materi dan tugas, yang harus siswa kerjakan sendiri. Dengan anggapan, siswa dapat mencari solusinya di internet. Jika sudah begini, maka benarlah asumsi yang mengatakan bahwa internet telah menggantikan peran guru. Bedanya, internet tak digaji oleh  pemerintah..

Subang, 20 Februari 2021

Salam blogger persahabatan..

Tuti Suryati, S.Pd

Guru Bahasa Inggris di SMPN 2 Subang





Jumat, 19 Februari 2021

Yang Penting Happy...

Kumpulan Kisah Kami di Masa Pandemi (19)

Bab. 19

Yang Penting Happy..

    Di masa pandemi ini, imunitas adalah hal terpenting yang harus dijaga setiap saat. Berbagai cara dilakukan untuk menjaga imun tubuh tetap stabil. Berolah raga, memasak, bercocok tanam, mengikuti berbagai lomba virtual, atau berbisnis kecil-kecilan adalah beberapa diantaranya. Ada juga yang berkreasi lewat sosmed dengan menjadi youtuber, vlogger, atau tiktoker. Tujuannya cuma satu, membuat hati senang. Jika hati senang dan bahagia, imun akan meningkat. Imun bagus berpengaruh pada kesehatan tubuh. Kondisi tubuh yang sehat dapat meminimalisir peluang terpapar virus Corona. 

    Dari dulu, saya sangat senang melihat siswa yang aktif, cerdas, dan kreatif. Di setiap pertemuan, selalu saya tekankan kepada siswa bahwa pintar saja tidak cukup di era milenial ini. Siswa juga harus smart, aktif, kreatif, dan produktif. Apalagi sekarang zamannya serba digital. Berbagai informasi telah tersedia di dunia maya. Wadah kreativitas terbuka luas di mana-mana. Menunggu mereka yang punya keinginan dan inisiatif yang kuat untuk menggali potensi.

    Digitalisasi mengalami perkembangan yang sangat pesat di berbagai bidang. Dengan adanya teknologi, semua kegiatan yang mendukung kehidupan menjadi lebih mudah. Dalam bidang ekonomi, digitalisasi telah membantu mempermudah jalan usaha. Bisnis online adalah salah satunya. Situs jual beli online telah menjamur di media sosial dan banyak menghiasi dunia periklanan di televisi. Beberapa contohnya seperti Tokopedia, Lazada, Shopee, dan Bukalapak. Keempat toko belanja online tersebut adalah yang paling banyak diminati masyarakat. Belanja online telah menjadi gaya hidup, terutama di era pandemi sekarang ini. Kegiatan ini dianggap lebih aman daripada belanja langsung ke tempatnya. Tak akan ada kerumunan. Cukup duduk manis di rumah, selang beberapa hari kemudian, barangpun datang. 

    Belanja online tak hanya dilakukan oleh orang dewasa. Akhir-akhir ini, banyak remaja yang memanfaatkan kemudahannya untuk membeli sesuatu yang sebetulnya tak terlalu penting semisal aksesori, alat tulis, atau fesyen. Kedatangan pengantar paket akan selalu dinanti setiap hari. Ritual unboxing menjadi momen yang spesial dan sering diabadikan, lalu dishare ke sosial media.

    Kreativitas tak melulu berhubungan dengan pendidikan dan seni budaya. Di bidang ekonomi juga sangat diperlukan. Hal ini telah dilakukan oleh seorang siswa saya yang bernama Eka. Eka duduk di kelas IX. Di sela waktu senggangnya, ia menyempatkan diri berjualan online ke teman-temannya. Dengan bantuan Whatsapp, Eka memposting barang yang dijual dalam statusnya. Saya mengetahuinya ketika pertama kali membuka statusnya. Di situ Eka menawarkan beberapa jenis masker wajah yang sering dipakai oleh remaja. Dengan harga yang sangat terjangkau, Eka telah berhasil menarik minat banyak orang termasuk saya. Saya tertarik dengan apa yang ia lakukan. Dengan penuh percaya diri, ia mengantarkan pesanan ke rumah pemesan. Bahkan dalam kondisi hujan, ia terus melaju dengan motornya. Ketekunannya dalam berjualan telah mengesankan saya. Kesan inilah yang kemudian saya sampaikan kepada putri saya, untuk mengikuti jejaknya. 

    Ternyata, jiwa bisnisnya ditularkan oleh ibunya yang seorang pengusaha kue. Tak heran, setelah berhasil dengan jualan maskernya, Eka merambah ke jual beli makanan Korea kawe kekinian yang terkenal seperti Garlic Bread dan Kimbab. Saya pun ikut tergiur lalu memesannya. Dan rasanya cukup enak. Anak-anak saya sangat menyukainya. Sekali lagi, di mata saya Eka telah berhasil menjadi contoh yang luar biasa sebagai remaja yang ulet, aktif, kreatif, dan produktif yang saya maksudkan di awal. Sedikitpun tak ada rasa malu atau ragu dalam hidupnya. Sementara di luar sana, masih banyak remaja yang merasa sebaliknya. 

    Dalam kegiatan belajar, Eka termasuk siswa yang rajin mengikuti PJJ. Namanya selalu ada dalam daftar hadir saya. Kompetensi Bahasa Inggrisnya terbilang lumayan. Anaknya pandai bergaul. Dan sifatnya ini sangat membantunya dalam marketing. Hmm..seorang calon entrepreneur sejati. Ketika saya tanya tentang modal usahanya, dia menyebutkan bahwa ibunya telah memberinya modal 500 ribu rupiah. Kemudian dia belanjakan untuk memenuhi pesanan teman-temannya sebesar 150 ribu. Sisanya, digunakan untuk membeli skin care perawatan mukanya supaya glowing, ealaah.. Maklum lah, anak perempuan zaman sekarang banyak gayanya. Apalagi sudah menginjak remaja. Yang penting happy...

    Itulah gambaran seorang Eka, siswa saya yang sejauh ini telah memenuhi harapan saya tentang remaja yang cerdas, aktif, kreatif, dan produktif. Sejauh ini, dia telah berhasil membahagiakan orang tuanya dan saya sebagai gurunya. Semangat Eka. Terus kembangkan kreativitas kamu. Ibu yakin, kelak kamu akan menjadi seorang pengusaha yang sukses. Tentunya, harus melalui perjuangan dulu dengan belajar giat dan sungguh-sungguh. Semoga akan banyak teman yang mengikuti jejakmu. Carilah kegiatan yang positif dan membuatmu bahagia. Karena hati yang bahagia dapat mengusir Corona... 

Subang, 19 Februari 2021

Salam persahabatan...

Tuti Suryati, S.Pd

SMPN 2 Subang





Kamis, 18 Februari 2021

Filosofi Nastar

Kumpulan Kisah Kami di Masa Pandemi (18)

Bab. 18

Filosofi Nastar..


    Tak ada yang tak kenal dengan penganan yang satu ini. Rasanya yang manis, renyah, dan asam segar yang keluar dari selai nanasnya, sangat diminati oleh banyak orang. Di setiap Hari Raya Idul Fitri, kue kering (kuker) ini selalu menjadi primadona. Tak lengkap rasanya jika di atas meja tidak ada dirinya. Hampir setiap keluarga membuatnya dengan susah payah, meskipun sedang berpuasa. Haus yang disebabkan hawa panas oven panggangan tak mengurangi hasrat menciptakan kue ini sebagus dan seenak mungkin. Ya, dialah Nastar. Kue berbentuk bulat kuning keemasan ini akan selalu ada dan menjadi kebanggan tersendiri jika anda berhasil membuatnya.

    Dari sebuah sumber yang saya baca di internet, Nastar berasal dari negeri Belanda. Sama halnya dengan kue kastengel atau bolu ombekuk yang tak kalah enaknya. Asal katanya dari Annanas atau nanas dan Taart atau tar. Sehingga bisa diartikan sebagai tar nanas. Disebutkan pula bahwa kue nastar terinspirasi dari kue pie buatan orang Eropa. Biasanya, isian kue pie adalah buah blueberry atau apel.

    Di balik rasanya yang legit, renyah, dan lumer di lidah, terdapat filosofi menarik dan luar biasa. Filosofi tentang kesabaran. Dalam pembuatannya, kue ini membutuhkan kesabaran ekstra. Diawali dari pembuatan adonan kulitnya yang lumayan bikin cangkeul, hingga menghasilkan adonan yang kalis dan lembut. Kemudian, penggarapan selai nanas bagi yang ingin membuat sendiri. Walaupun sudah banyak selai nanas instant tersedia di toko bahan kue atau supermarket, namun untuk sebagian pembuat kue, selai nanas buatan sendiri akan lebih meyakinkan rasanya. Penambahan kayu manis, akan menambah aroma khas tersendiri.

    Saya jadi teringat ibu mertua dan kakak ipar saya yang sering membuat kue nastar sebelum Hari Lebaran tiba. Persiapan bahan-bahan dilakukan beberapa hari sebelumnya. Untuk membuat nastar yang banyak, mereka membutuhkan beberapa kilo tepung terigu, mentega, gula halus, kuning telur, bubuk vanili, dan selai nanas. Biasanya, selai nanas mereka buat sendiri. Di Subang, nanas banyak dijumpai. Buah nanas sudah menjadi ikon Subang, sebagai penghasil nanas terbanyak di Jawa Barat. Buah nanas dapat kita peroleh di pasar tradisional atau warung pinggir jalan yang menjual oleh-oleh khas daerah ini. Spesies nanas yang terkenal manis di sini adalah Nanas Simadu. 

    Selai nanas memerlukan beberapa tahap pengolahan. Mulai dari mengupas kulit nanas, mencucinya, lalu memarut buahnya. Penggunaan blender biasanya dihindari. Karena hasilnya akan terlalu encer dan lembek. Setelah itu, parutan nanas dimasak dengan gula pasir dan kayu manis jika suka, sampai airnya mengering. Proses ini membutuhkan waktu yang cukup lama. Apalagi jika kita membuatnya dalam jumlah yang tidak sedikit. 

    Setelah selai berhasil dibuat dan siap digunakan, tinggal membuat adonan kulitnya. Pertama, pencampuran tepung terigu, gula halus, kuning telur, dan mentega. Semua diuleni hingga kalis dan mudah dibentuk. Bagi yang belum terbiasa membuat adonan kue, akan terasa melelahkan. Dan hasilnya pun tak sebagus yang sudah ahli. Jika sudah selesai, adonan siap digunakan.

    Selanjutnya, proses pembentukan kue. Tahap yang kelihatan sepele. Hanya dengan membulat-bulatkan adonan, setelah terisi selai. Padahal, ketika saya mencoba membuat sendiri, wah..capenya bukan kepalang. Ketelatenan adalah kuncinya. Tak aneh, dalam tahap ini sering terjadi kesalahan ukuran. Dari yang semula kecil, sedang, lama-lama membesar. Ini pertanda kalau yang membuat tak sabaran. Ingin cepat-cepat selesai. Istilah orang Sunda mah, leukleuk..Terkadang rasa kantuk ikut menyertai. Belum lagi proses pemanggangannya. Haduh..jangan tanya lelahnya. Bisa berjam-jam waktunya untuk mendapatkan beberapa toples nastar yang nikmat. Kebayang kan jika kita membuatnya saat berpuasa? Ujiannya berat sekali. Jika lemah imannya, bisa batal puasanya, hehe..

    Lalu apa hubungannya dengan PJJ? Jawabannya adalah nilai kesabaran yang terkandung dalam proses pembuatan kue nastar tadi. Beberapa hari yang lalu, ada sebagian guru yang mengeluh tentang kehadiran siswa. Kian hari jumlah siswa yang mengikuti pembelajaran semakin berkurang saja. Bahkan, dari 4 kelas yang berjumlah ratusan lebih, hanya diikuti oleh 15 orang saja. Miris sekali. Tentunya hal ini menimbulkan kekecewaan dan ketidakpuasan pada guru tersebut. Berbagai asumsi muncul. Diantaranya, anggapan bahwa siswa malas atau sudah bosan belajar. Tak banyak yang mau mencari penyebab lainnya. Dan sedikit sekali yang mau berpikir dan berpendapat bahwa penyebabnya mungkin berasal dari dirnya sendiri. 

    Seperti halnya yang saya alami. Ada seorang siswa dari keluarga tak mampu yang sering, bahkan belum pernah mengikuti pembelajaran hingga saat ini. Setelah ditanya, ternyata dia bekerja menjadi kuli bangunan dalam sebuah proyek pembangunan sekolah swasta. Jangankan untuk membeli hape dan kuota, untuk jajan sendiri pun dia tak punya. Orang tua sudah tak ada. Tinggal dengan kakek nenek yang sama-sama tak punya. Terpaksa dia korbankan waktu belajarnya untuk mencari uang. Dan ternyata, dari cerita seorang pekerja sekolah, banyak siswa lain yang bernasib sama dengannya. PJJ sudah tak dianggap penting lagi. Yang lebih penting sekarang adalah bagaimana mencari uang untuk mencukupi kebutuhan dirinya dan keluarga. Pandemi telah memaksanya berbuat demikian. Jika sudah begini, siapa yang harus disalahkan? Akankah pemerintah mau peduli dengan kondisi ini? Sedangkan bantuan kuota belajar saja sudah dua bulan tak ada kabarnya lagi. 

    Kembali kepada filosofi nastar. Kesabaran adalah senjata utama kita sebagai guru dalam menghadapi banyak kemungkinan yang terjadi pada pelaksanaan PJJ. Kemungkinan baik ataupun buruk harus siap kita hadapi. Tak perlu berkeluh kesah. Alangkah baiknya jika kita mau berintrospeksi diri, sudah sesuaikah cara mengajar kita selama ini dengan apa yang siswa inginkan. Apakah pembelajaran kita sudah membuat mereka senang dan tak sabar menunggu pertemuan berikutnya? Ataukah sebaliknya, membuat siswa bosan dan tak mau mengikuti pembelajaran kita? Semua kembali kepada kita sendiri. Prinsipnya, bagaimana siswa termotivasi jika kita sendiri tidak bisa menciptakannya?  

    Dari sebuah kesabaran, akan menghasilkan sesuatu yang sangat kita inginkan. Bukankah Allah sendiri menyuruh kita bersabar. Innallaha maasshobiriin..Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. Dalam hal ini, sabar dalam melihat kenyataan berkurangnya minat siswa untuk belajar. Biarlah sekarang berlangsung seperti itu. Karena kita tak bisa membantu kondisi mereka. Justru yang harus kita pikirkan adalah mereka yang masih mau belajar. Jangan sampai ikut menghilang juga. Kedepannya, dengan modal kemauan yang kuat dan ketelatenan seperti yang diajarkan kue nastar, kita berusaha untuk meraih kembali mereka yang hilang. Berusaha untuk membuat perubahan ke arah yang lebih baik. Dan masih dengan doa yang sama, saya akhiri kisah ini, semoga pandemi segera berakhir, aamiin.. 

Subang, 18 Februari 2021

Salam persahabatan..

Tuti Surytai, S.Pd

Guru Bahasa Inggris SMPN 2 Subang




 

Rabu, 17 Februari 2021

Antara Guru dan Ibu

Kumpulan Kisah Kami di Masa Pamdemi (17)

Bab. 17

Antara Guru dan Ibu..


    Menjadi guru itu gampang-gampang susah. Gampangnya, guru tinggal berangkat ke sekolah, masuk kelas mengajar, ngasih tugas, selesai. Tapi, susahnya ternyata lebih banyak. Pertama, guru harus lulusan sarjana keguruan. Kedua, harus mumpuni ilmunya. Ketiga, harus punya karakter yang bagus. Keempat, harus mampu mengatur waktu untuk diri, keluarga, dan kerja. Dan di masa pandemi ini, faktor keempat adalah yang saya rasa paling susah. Terutama yang berhubungan dengan PJJ. Saya harus bisa memberi perhatian kepada siswa dan juga anak bungsu saya yang duduk di kelas 4 SD. Parahnya, anak saya lebih memilih ibunya daripada bapak atau kedua kakaknya.

    Dilematis memang. Di satu sisi, saya harus memberikan pembelajaran yang bermutu, bermakna, menarik, dan menyenangkan kepada siswa. Di sisi lain, saya pun harus memberi perhatian, menemani, mengawasi, dan membimbing anak saya yang masih SD. Berbeda dengan kedua kakaknya yang sudah kuliah dan SMP. Mereka sudah bisa belajar mandiri. Tak butuh pengawasan dan perhatian yang lebih seperti adiknya. 

    Anak saya tiga. Yang pertama laki-laki, Zulfikar namanya. Kuliah semester 3 di Unpas Bandung. Yang kedua perempuan bernama Hasina, sekolah di SMPN 1 Subang kelas IX. Yang terakhir Ben Ali, masih kelas 4 SD, di SDIT Al-Furqon Subang. Untuk menghadapi PJJ, setiap anak memegang satu HP. Jadi kalau sedang ada PJJ daring, mereka berjejer, kadang sambil duduk, kadang rebahan. Kelihatan kompak sekali. Untuk kedua kakaknya, PJJ tidak terlalu sulit untuk diikuti. Sebaliknya, sang adik sering membuat saya pusing tujuh bahkan sepuluh keliling. Setiap ada tugas yang diberikan gurunya, sering ia abaikan. Lain halnya jika saya mengawasi dan menyuruhnya mengerjakan. Tak jarang, pemaksaan pun terjadi. Tapi, apa daya saya. Tugas siswa juga harus diperiksa satu-satu. Belum menyiapkan bahan ajar untuk pertemuan berikutnya.

    Yang paling membuat saya kesal, ketika saya sedang menyiapkan materi berbarengan waktunya dengan Ben mengerjakan tugas. Lalu ia merengek pada saya untuk membantunya. Padahal, ada dua orang kakaknya yang sedang bermain game atau sosmedan. Kalau saya suruh membantu adiknya, jawabannya pasti cape. Lalu saya sendiri gimana? Minta bantuan ke bapaknya, sama saja. Sibuk mengerjakan urusannya. Jika tidak, ngantuk..Ampun deh! Mau tak mau, sayalah yang menjadi korbannya. Dengan berat hati saya bantu dia. Saya tinggalkan laptop untuk beberapa menit. Jika terasa lama, baru saya memaksa kakaknya untuk membantu.

    Enaknya, jika ada waktu senggang. Dengan leluasa saya bisa mencurahkan waktu untuk membantunya. Tugas-tugas selesai ia kerjakan. Saya standby di dekatnya hingga tuntas. Kadang bergantian dengan bapaknya. Terutama ketika ada tugas membuat hasta karya. Pasti bapaknya yang paling semangat membantu. 

    Jika saya amati cara belajar daringnya, tak berbeda jauh dengan kakak-kakaknya. Media pembelajaran menggunakan Zoom Meeting dan Whatsapp. Kadang juga menggunakan video Youtube. Cara mengumpulkan tugas kebanyakan via WA. Jadi, dari segi teknologi digital, sudah cukup baik. Anak-anak sudah dikenalkan dengan teknologi belajar daring yang bervariasi. Kekurangannya, masih ada anak yang belum mengerti materi yang disampaikan (termasuk anak saya). Mungkin karena kurangnya motivasi untuk belajar.

    Saat ini, PJJ berusia hampir satu tahun. Kesadaran belajar mandiri Ben sepertinya tidak ada peningkatan. Justru sebaliknya, mengalami penurunan yang signifikan. Dari yang semula masih rajin mengerjakan tugas, sekarang tidak lagi. Dan ternyata itu berlaku juga pada teman-temannya. Alhamdulillah, dia masih mau mengikuti Zoom Meeting dan TTQ (Tahsin Tahfidz Quran). Mungkin ia merasa senang jika berkumpul dengan temannya walaupun secara virtual. Tapi untuk mengerjakan tugas, sepertinya dia sudah merasa bosan. Dan saya sebagai ibuya, hanya bisa pasrah. Apalagi jika lelah sudah menguasai sekujur badan. Urusan saya bukan hanya mengajar, tapi juga keluarga. Paling hanya bisa mengingatkan, "De, awas ya nanti ada Zoom". Bisa juga, "De, nanti tugasnya dikerjakan ya!" Atau, "De, jangan lupa nanti ditelepon Pak Pebri lho." Pak Pebri itu guru TTQ nya. Kemudian Si Dede hanya jawab, "Iya, Mah.." Begitu seterusnya..

    Terakhir kali saya pernah dengar keluhannya pada PJJ. Inginnya cepat tatap muka lagi. Ternyata sama ya dengan siswa saya. Sama juga dengan kedua kakaknya. Mungkin sama dengan semua peserta didik yang ada di muka bumi ini. Semua ingin pandemi ini cepat berakhir. Termasuk kami para pendidiknya. Kami sudah sangat merindukan bertemu muka di kelas nyata dengan para siswa. Kami rindu tingkah polah mereka. Kami rindu sapaan manjanya. Kami rindu keluhannya. Kami rindu semuanya..Bagaimana dengan kalian, guys? Tetap berdoa ya semoga cepat normal kembali..

Subang, 17 Februari 2021

Salam guru blogger Indonesia..

Tuti Suryati, S.Pd

SMPN 2 Subang




Selasa, 16 Februari 2021

Rahasia Kematian

Kumpulan Kisah Kami di Masa Pandemi (16)

Bab. 16

Rahasia Kematian..


    Suatu pagi, saya coba membuka Instagram yang telah lama saya abaikan. Di antara akun ig yang saya follow, ada akun milik Aa Gym, salah satu ulama kondang di negeri ini. Ada sebuah video tausiyahnya yang sangat menyentuh dan menggetarkan hati saya, berjudul Rahasia Kematian. Aa Gym menyebutkan bahwa Allah telah merahasiakan kematian dalam 3 hal. Pertama, waktu. Kedua, tempat. Ketiga, cara.

    Tentang waktu, kita pasti mati pada waktu yang telah ditetapkan. 120 hari di rahim ibu, Allah sudah memberikan ketetapan kapan kita mati. Tidak ada yang bisa membuat kita mati kecuali satu, yaitu waktunya sudah habis. Dan Allah memerintahkan malaikat maut mencabut nyawa kita pada waktu yang sudah ditetapkan. Tidak bisa diakhirkan atau dimajukan.

    Hal yang kedua, yaitu tempat. Kita pasti mati di tempat yang sudah ditetapkan Allah. Kita akan mendatangi tempat kematian kita. 

    Yang ketiga, cara. Hanya Allah saja yang Maha Tahu bagaimana kematian kita tiba dengan cara apa. Semua itu adalah urusan Allah. Urusan kita adalah berusaha sekuat tenaga agar kapanpun, di manapun, dengan cara apapun, ujungnya cuma satu, Husnul Khotimah...

    Subhanallah, video tadi mengingatkan saya tentang banyak kasus kematian yang saya dengar atau lihat, baik di media televisi ataupun media sosial. Hampir tiap hari ada saja kabar kematian di grup WA yang saya punya. Beberapa di antaranya dari teman, saudara, atau murid saya sendiri. Allah telah menentukan waktu, tempat, dan cara mereka mati.

    Saya selalu mengatakan kepada siswa agar selalu berusaha untuk mengisi waktu dengan amal kebaikan. Karena kita tidak tahu, kapan akan dipanggil oleh-Nya. Tak berarti yang muda masih lama waktu kematiannya. Dan yang tua sudah mendekati akhir hidupnya. Bayi pun banyak yang mati di saat masih dalam rahim ibunya. Bahkan ada yang sengaja dimatikan oleh ibunya saat masih belum terbentuk rupanya. 

    Salah satu kematian yang sangat mengagetkan dan menyedihkan adalah meninggalnya siswa kami di masa pandemi Covid-19 ini. Sebut saja Indra, siswa kelas IX. Kabar meninggalnya Indra sangat mengagetkan teman-temannya yang sedang fokus dalam PJJ. Berita kematiannya kami terima di pagi hari. Terjadi kesimpangsiuran tentang kematiannya. Maklumlah, di saat pandemi sekarang ini, hampir setiap kematian selalu dihubungkan dengan Covid-19. Begitu juga dengan kematian Indra. Banyak siswa yang kemudian menanyakan kebenaran beritanya. WA pribadi saya tak luput dari pertanyaan siswa. "Bu, sebenarnya Indra meninggal karena apa?" Atau, "Bu, Indra meninggal bukan karena Covid, kan?" Dan masih banyak lagi pertanyaan yang bernada sama. 

    Untuk menghindari kegelisahan mereka, saya beritahukan saja bahwa Indra meninggal karena DBD atau Demam Berdarah. Dan memang, kebenarannya seperti itu. Sumber terdekat dari keluarganya menyebutkan bahwa Indra sakit DBD. Tak ada yang tahu sebelumnya kalau Indra sedang sakit. Bahkan, beberapa hari sebelumnya, ia masih bisa berkomunikasi dengan teman-temannya. 

    Malangnya, Indra telah lama menjadi anak yatim. Ayahnya telah mendahului keluarganya menghadap Sang Khalik. Sedangkan ibunya, beberapa bulan sebelum kematiannya, menderita penyakit Typus. Dapat dibayangkan, betapa ibunya mengalami kesedihan yang sangat dalam, ketika mendengar anaknya sudah tiada. Ujian berat ia rasakan bertubi-tubi. Mulai dari kematian suaminya, anaknya, dan penyakit yang dideritanya. Untunglah, masih ada anak tertua yang mengurus kematian adiknya, serta merawat ibunya yang sedang sakit.

    Hari itu, sekolah kami berduka. Kami telah kehilangan salah satu siswa terbaik kami. Indra adalah seorang anak yang baik. Tak pernah terlibat dalam kasus kenakalan remaja. Ia seorang anggota pramuka yang aktif, riang, suka bercanda, dan pandai bergaul. Tak heran jika banyak temannya yang segan padanya dan merasa sangat kehilangan setelah kepergiannya. Selamat jalan, Indra. Semoga Kau damai di sana dan selalu mendapat kasih sayang-Nya.

    Kematian Indra telah membuktikan, bahwa jika waktunya telah tiba, tak ada yang dapat menolaknya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Apa yang kita punya di dunia tak akan kita miliki selamanya. Termasuk hidup kita sendiri. Allah lah yang telah menghidupkan kita dan suatu saat akan mematikan kita. Semua yang kita miliki, harta, anak, orang tua, saudara, pasangan hidup, jabatan, dan prestasi yang setinggi langit, tak akan ada artinya. Kecuali jika kita memperlakukannya sebagai ladang amal kebaikan. Buat apa kita pamerkan semuanya di dunia, jika akhirnya akan menggelincirkan kita ke jurang neraka. Naudzubillaahi min dzalik...

    Sebelum saya akhiri kisah ini, saya ingin berpesan sekali lagi kepada anak-anak saya, siswa-siswi Spanda, dan seluruh remaja di manapun berada. Marilah kita berlomba untuk berbuat kebajikan. Dimulai dengan berbuat baik kepada orang tua, lalu saudara, guru, dan teman. Gunakan masa mudamu untuk memberikan manfaat bagi orang lain. Perbanyaklah ibadah. Karena sesungguhnya, Allah lebih mencintai anak muda yang rajin ibadah daripada mereka yang sudah tua. Tua banyak ibadah itu wajar. Tapi muda yang ahli ibadah, itu baru luar biasa. Mari kita siapkan diri untuk menjemput kematian yang Husnul Khotimah, aamiin...

#selfreminder

Salam blogger persahabatan..

Tuti Suryati, S.Pd

Guru Bahasa Inggris di SMPN 2 Subang




    

Guru "Smart", Guru Pemberdaya

  "Pendidikan akan menghasilkan tiga guna yang luar biasa yang dinamakan Tri Rahayu : Hamemayu Hayuning Sarirom, Hamemayu Hayuning Bong...