Jumat, 05 Februari 2021

Galaunya Justin

 Kumpulan Kisah Kami di Masa Pandemi (5)

Bab. 5

Galaunya Justin..

    Saya mengenalnya waktu mengajar di kelas VIII. Kala itu saya mendapat tugas mengajar di kelas unggulan yaitu VIII D dan E. Semua siswa di dua kelas ini adalah wajah-wajah baru buat saya. Saya belum mengenal mereka karena belum pernah mengajar di kelas VII. Hari pertama saya mengajar di kelas VIII D, terasa sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Menghadapi sekumpulan siswa yang berprestasi dalam raportnya, menambah semangat di hati untuk memberikan yang terbaik. Dengan penuh percaya diri, saya menyapa mereka. Respon pun keluar. Suara lantang menyambut sapaan saya. Tampaknya mereka senang melihat kedatangan saya. Kelihatan sekali bara semangat mereka untuk belajar. Saya merasa semakin tertantang.

    Pembelajaran berjalan dengan mulus. Siswa sangat berapi-api dalam melaksanakan kegiatan dari awal hingga akhir. Saya sangat senang melihatnya. Kesan pertama sudah menggoda. Tinggal menjaga kelanjutannya agar tidak melemah di tengah jalan. Semoga saya akan menjadi guru yang mereka rindukan..

    Pada pembelajaran berikutnya, saya sudah cukup mengenal setiap siswa di kelas ini. Salah satunya adalah Justin. Berperawakan mungil, rambut pendek agak keriting dan kulit sawo matang. Tipikal Ambon manise. Ayahnya yang berasal dari Ambon telah mewariskan gen itu. Tapi memang manis lho senyumnya. Dari semua siswa di kelas ini, Justin termasuk yang sangat perhatian pada pelajaran saya. Sepertinya dia sangat senang belajar Bahasa Inggris. Terbukti dengan aktifnya dia bertanya jika ada yang belum dia mengerti. Pun jika ada kesalahan dalam menjawab pertanyaan, kelihatan sangat takut dan khawatir. Saya selalu memotivasinya supaya tidak takut untuk menjawab salah. Begitu juga kepada siswa yang lainnya. Lebih baik salah menjawab di saat belajar daripada salah ketika mengerjakan soal ulangan.

    Suatu hari, ketika saya sedang mengajar, suasana kelas agak ribut. Terasa ada sesuatu yang telah terjadi. Saat saya memperhatikan siswa satu per satu, nampak wajah Justin agak mendung. Seakan ada gundah yang disembunyikan. Kondisi ini sangat mengganggu kegiatan pembelajaran. Langsung saya tanya kepada siswa apa yang terjadi. Awalnya mereka ragu-ragu untuk mengatakannya. Setelah saya tanya berkali-kali, akhirnya mereka mau buka suara. "Itu, Bu..Justin kehilangan HP nya," sahut seorang temannya. Justin kelihatan malu-malu. Mungkin dia malu karena ketahuan membawa HP ke sekolah. Padahal pihak sekolah telah melarangnya. Tapi, saat ini yang terpenting adalah mendapatkan HP Justin kembali. Soal pelanggaran aturan, akan diurus setelah kami menemukan barangnya..

    Tak berapa lama, tiba-tiba datang seorang lelaki berseragam TNI. Tubuhnya tinggi dan memiliki senyum manis yang mengingatkan saya pada Justin. Dan memang, lelaki itu adalah ayah Justin. Dia sengaja datang ke sekolah untuk mengurus kasus hilangnya HP Justin. Ternyata, selidik punya selidik, teman-temannya telah menyembunyikannya. Dengan alasan supaya orang lain tahu bahwa Justin membawa HP ke sekolah. Hmm..dasar anak-anak. Akhirnya, mereka menyerahkan kembali HP yang hilang kepada Justin dan tak lupa meminta maaf padanya. Begitu juga dengan Justin dan ayahnya, ikut meminta maaf juga, terutama kepada saya gurunya. Justin berjanji tidak akan mengulanginya lagi. 

    Itulah kenangan saya dengannya saat duduk di kelas VIII. Ketika pandemi belum terjadi. Saat ini, Justin berada di kelas yang saya wali kelasi. Dari setiap obrolan kami di WA, dia menyatakan kegembiraannya dapat bergabung di kelas saya. Terlebih lagi, karena yang mengajar Bahasa Inggris masih tetap guru favoritnya, hehe..

    Justin masih tetap seorang siswa yang manis, penurut, aktif, dan selalu galau akan nilai-nilai raportnya. Dengan kondisi orang tua yang berkecukupan, membuatnya tak mengalami kesulitan dalam mengikuti pembelajaran online. Hal ini tentunya sangat berbeda dengan teman-temannya yang berasal dari keluarga kurang mampu. Di setiap japri saya selalu menasehatinya untuk senantiasa bersyukur atas apa yang sekarang dinikmatinya. Kedua orang tuanya sangat mendukung kemajuannya dalam belajar. 

    Sebagai anak lelaki tertua di keluarganya, sudah sewajarnya jika orang tuanya ingin anaknya kelak menjadi orang yang sukses. Pada mulanya, sang ibu menginginkan anaknya kelak menjadi seorang dokter. Namun, entah mengapa kemudian berubah pikiran ingin agar Justin nanti masuk Akmil saja. Mungkin karena dari ayahnya yang seorang anggota TNI, ia melihat contoh sosok yang gagah berani dalam menghadapi segala rintangan. 

    Di setiap ulangan harian, Justin selalu menanyakan hasilnya. Tak ingin jika hasilnya kurang bagus atau harus mengulang. Begitu juga saat menunggu hasil Penilaian Tengah Semester tahun lalu, dia kelihatan gelisah sekali. Berkali-kali menghubungi saya lewat WA pribadi menanyakan nilai setiap mata pelajaran. Saya jadi agak khawatir dengan sikapnya ini. Ada sedikit kecemasan dalam hati jikalau sikapnya disebabkan tuntutan orang tuanya yang ingin anaknya selalu menjadi yang terbaik. Semoga saja tidak seperti itu. Saya melihat kemampuan akademik Justin sangat bagus. Posisinya yang berada di urutan ketiga di tengah semester telah membuktikan hal itu. Walaupun sebenarnya posisi itu belum dapat memuaskannya. Keinginan untuk berada di urutan teratas selalu menghantui perasaannya. Tenang Justin, jangan patah semangat. Masih ada waktu untuk mewujudkannya.

    Kegalauan kembali melanda hatinya ketika memasuki Penilaian Akhir Semester. Dengan hati berdebar dia menunggu hasilnya. WA pribadi kembali ramai oleh pertanyaannya. "Bu, Justin nilainya gimana? Bu, nanti Justin rangking berapa ya? Takut jatuh, Bu.." Ya ampun, Justin..kamu bikin Ibu cemas terus.."Sabar ya, nilainya belum terkumpul semua," balas saya di WA nya. "Iya, Bu..deg-degan saya, Bu. Papa sama Mama sudah nanyain terus.." Duuh..

    Beberapa hari kemudian, keluarlah hasil PAS yang ditunggu-tunggu. Dengan bantuan Bu Nina di ruang TIK, leger nilai sudah dihasilkan. Di saat saya melihatnya, sebuah kejutan memaksa mata saya terbelalak lebar. Wah, Justin ada di peringkat pertama! Betapa senangnya saya. Seketika saya teringat Justin. Pasti dia sangat bahagia dengan kabar ini. Bukankah ini yang selalu dia idamkan. Dengan segera saya menghubungi Justin lewat WA. Saya memberitahukan kabar bagus itu padanya. Reaksinya sudah bisa ditebak. Kebahagiaan sangat terpancar dari komentar-komentarnya. Doanya sudah terkabul. Pasti orang tuanya juga sangat senang mendengarnya.

    Namun, kebahagiaannya harus tertunda. Ada kesalahan dalam penghitungan nilainya. Nilai yang didapat sebelumnya adalah rata-rata nilai Pengetahuan saja. Belum ditambah dengan nilai Keterampilan. Kenyataan ini membuat saya agak sedih dan bingung. Bagaimana cara saya menyampaikannya kepada Justin? Tapi, saya harus mengutarakan kebenarannya secepat mungkin. Ada rasa sesal di hati. Kenapa harus terburu-buru menginformasikannya. Walaupun nasi sudah menjadi lembek, masih ada waktu untuk memberitahukannya. Saya hubungi kembali WA nya dan menyatakan permintaan maaf atas kekeliruan yang sudah terjadi. Untungnya, Justin mau menerimanya dengan ikhlas. Saya masih memberikan dukungan padanya dengan mengucapkan, "I'm very proud of you!" Dia ada di urutan kedua setelah Nesya, dengan selisih angka yang sangat tipis. Saya terus menyemangatinya. Masih ada semester genap yang menanti kerja kerasmu, Justin. Dan dia berkata, "Siap, Ibu! Terima kasih atas bimbingan Ibu selama ini. Justin akan terus berusaha menjadi yang terbaik." 

    Itulah Justin Si Senyum Manis yang selalu galau dengan nilai-nilainya. Meskipun begitu, saya tetap bangga padanya. Justin yang tak pernah menyerah. Selalu giat belajar. Ingin selalu menjadi anak baik dan menjadi kebanggaan guru dan orang tuanya. Demi harapannya di masa depan. Mewarisi kegagahan dan keberanian ayahnya untuk membela negeri ini. Untuk menegakkan kebenaran di muka bumi. Untuk menjadi generasi penerus pembela tanah air. Semoga dapat menjadi contoh untuk teman-temanmu. Tetap semangat, Justin. Ibu doakan kelak cita-citamu tercapai. Jangan lupakan Ibu dan guru-gurumu yang lain. Dan yang terpenting, jangan lupakan Tuhanmu..

Sampai bertemu kembali di kisah berikutnya..

Pemulis: Tuti Suryati, S.Pd

Instansi: SMPN 2 Subang










14 komentar:

  1. Tentang Justin, emang selalu galau akan nilai..keren dikemas begitu menarik dan apik sehingga rank dibaca...good job say!

    BalasHapus
  2. Just Teen, sebentar lagi beranjak dewasa. Pertahankan terus semangatnya dalam menuntut ilmu.
    Semoga menginspirasi siswa yang lain.

    BalasHapus
  3. Always be the inspiring teacher not only for Justine but also for other JustinesπŸ‘πŸ‘

    BalasHapus
  4. Wow keren...
    Guru yg kreatif ,aktif juga baik adalah dambaan semua siswa.Semangat terus sahabat.Semoga sukses terus.
    Good job

    BalasHapus
  5. Wow keren...
    Guru yg kreatif ,aktif juga baik adalah dambaan semua siswa.Semangat terus sahabat.Semoga sukses terus.
    Good job

    BalasHapus
  6. justin adalah siswa pro aktif .. kebetulan waktu kelas VIII D saya juga mengajar justin.. boleh dikata kalau dalam masalah nilai justin slalu jemput bola .. dan syukurlah sekarang justin ada dikelas yang wali kelasnya penuh perhatian... goodluck your job from miss Tuti πŸ‘

    BalasHapus
  7. Mantabsss...semangat terus menulis ttg Justin-Justin lainnya...

    BalasHapus
  8. wah bagus sekali ceritanya mama hasina.. aena suka membaca artikel berisi cerita pendek.

    BalasHapus

Guru "Smart", Guru Pemberdaya

  "Pendidikan akan menghasilkan tiga guna yang luar biasa yang dinamakan Tri Rahayu : Hamemayu Hayuning Sarirom, Hamemayu Hayuning Bong...