Kumpulan Kisah Kami di Masa Pandemi (5)
Bab. 5
Galaunya Justin..
Saya mengenalnya
waktu mengajar di kelas VIII. Kala itu saya mendapat tugas mengajar di kelas
unggulan yaitu VIII D dan E. Semua siswa di dua kelas ini adalah wajah-wajah
baru buat saya. Saya belum mengenal mereka karena belum pernah mengajar di
kelas VII. Hari pertama saya mengajar di kelas VIII D, terasa sangat berbeda
dengan tahun-tahun sebelumnya. Menghadapi sekumpulan siswa yang berprestasi
dalam raportnya, menambah semangat di hati untuk memberikan yang terbaik. Dengan
penuh percaya diri, saya menyapa mereka. Respon pun keluar. Suara lantang
menyambut sapaan saya. Tampaknya mereka senang melihat kedatangan saya.
Kelihatan sekali bara semangat mereka untuk belajar. Saya merasa semakin
tertantang.
Pembelajaran
berjalan dengan mulus. Siswa sangat berapi-api dalam melaksanakan kegiatan dari
awal hingga akhir. Saya sangat senang melihatnya. Kesan pertama sudah menggoda.
Tinggal menjaga kelanjutannya agar tidak melemah di tengah jalan. Semoga saya
akan menjadi guru yang mereka rindukan..
Pada pembelajaran
berikutnya, saya sudah cukup mengenal setiap siswa di kelas ini. Salah satunya
adalah Justin. Berperawakan mungil, rambut pendek agak keriting dan kulit sawo
matang. Tipikal Ambon manise. Ayahnya yang berasal dari Ambon telah mewariskan
gen itu. Tapi memang manis lho senyumnya. Dari semua siswa di kelas ini, Justin
termasuk yang sangat perhatian pada pelajaran saya. Sepertinya dia sangat
senang belajar Bahasa Inggris. Terbukti dengan aktifnya dia bertanya jika ada
yang belum dia mengerti. Pun jika ada kesalahan dalam menjawab pertanyaan,
kelihatan sangat takut dan khawatir. Saya selalu memotivasinya supaya tidak
takut untuk menjawab salah. Begitu juga kepada siswa yang lainnya. Lebih baik
salah menjawab di saat belajar daripada salah ketika mengerjakan soal ulangan.
Suatu hari, ketika
saya sedang mengajar, suasana kelas agak ribut. Terasa ada sesuatu yang telah
terjadi. Saat saya memperhatikan siswa satu per satu, nampak wajah Justin agak
mendung. Seakan ada gundah yang disembunyikan. Kondisi ini sangat mengganggu
kegiatan pembelajaran. Langsung saya tanya kepada siswa apa yang terjadi.
Awalnya mereka ragu-ragu untuk mengatakannya. Setelah saya tanya berkali-kali,
akhirnya mereka mau buka suara. "Itu, Bu..Justin kehilangan HP nya,"
sahut seorang temannya. Justin kelihatan malu-malu. Mungkin dia malu karena
ketahuan membawa HP ke sekolah. Padahal pihak sekolah telah melarangnya. Tapi,
saat ini yang terpenting adalah mendapatkan HP Justin kembali. Soal pelanggaran
aturan, akan diurus setelah kami menemukan barangnya..
Tak berapa lama,
tiba-tiba datang seorang lelaki berseragam TNI. Tubuhnya tinggi dan memiliki
senyum manis yang mengingatkan saya pada Justin. Dan memang, lelaki itu adalah
ayah Justin. Dia sengaja datang ke sekolah untuk mengurus kasus hilangnya HP
Justin. Ternyata, selidik punya selidik, teman-temannya telah
menyembunyikannya. Dengan alasan supaya orang lain tahu bahwa Justin membawa HP
ke sekolah. Hmm..dasar anak-anak. Akhirnya, mereka menyerahkan kembali HP yang
hilang kepada Justin dan tak lupa meminta maaf padanya. Begitu juga dengan
Justin dan ayahnya, ikut meminta maaf juga, terutama kepada saya gurunya.
Justin berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
Itulah kenangan
saya dengannya saat duduk di kelas VIII. Ketika pandemi belum terjadi. Saat
ini, Justin berada di kelas yang saya wali kelasi. Dari setiap obrolan kami di
WA, dia menyatakan kegembiraannya dapat bergabung di kelas saya. Terlebih lagi,
karena yang mengajar Bahasa Inggris masih tetap guru favoritnya, hehe..
Justin masih tetap
seorang siswa yang manis, penurut, aktif, dan selalu galau akan nilai-nilai
raportnya. Dengan kondisi orang tua yang berkecukupan, membuatnya tak mengalami
kesulitan dalam mengikuti pembelajaran online. Hal ini tentunya sangat berbeda
dengan teman-temannya yang berasal dari keluarga kurang mampu. Di setiap japri
saya selalu menasehatinya untuk senantiasa bersyukur atas apa yang sekarang
dinikmatinya. Kedua orang tuanya sangat mendukung kemajuannya dalam
belajar.
Sebagai anak lelaki
tertua di keluarganya, sudah sewajarnya jika orang tuanya ingin anaknya kelak
menjadi orang yang sukses. Pada mulanya, sang ibu menginginkan anaknya kelak
menjadi seorang dokter. Namun, entah mengapa kemudian berubah pikiran ingin
agar Justin nanti masuk Akmil saja. Mungkin karena dari ayahnya yang seorang
anggota TNI, ia melihat contoh sosok yang gagah berani dalam menghadapi segala
rintangan.
Di setiap ulangan
harian, Justin selalu menanyakan hasilnya. Tak ingin jika hasilnya kurang bagus
atau harus mengulang. Begitu juga saat menunggu hasil Penilaian Tengah Semester
tahun lalu, dia kelihatan gelisah sekali. Berkali-kali menghubungi saya lewat
WA pribadi menanyakan nilai setiap mata pelajaran. Saya jadi agak khawatir
dengan sikapnya ini. Ada sedikit kecemasan dalam hati jikalau sikapnya
disebabkan tuntutan orang tuanya yang ingin anaknya selalu menjadi yang
terbaik. Semoga saja tidak seperti itu. Saya melihat kemampuan akademik Justin
sangat bagus. Posisinya yang berada di urutan ketiga di tengah semester telah
membuktikan hal itu. Walaupun sebenarnya posisi itu belum dapat memuaskannya.
Keinginan untuk berada di urutan teratas selalu menghantui perasaannya. Tenang
Justin, jangan patah semangat. Masih ada waktu untuk mewujudkannya.
Kegalauan kembali
melanda hatinya ketika memasuki Penilaian Akhir Semester. Dengan hati berdebar
dia menunggu hasilnya. WA pribadi kembali ramai oleh pertanyaannya. "Bu,
Justin nilainya gimana? Bu, nanti Justin rangking berapa ya? Takut jatuh,
Bu.." Ya ampun, Justin..kamu bikin Ibu cemas terus.."Sabar ya,
nilainya belum terkumpul semua," balas saya di WA nya. "Iya,
Bu..deg-degan saya, Bu. Papa sama Mama sudah nanyain terus.." Duuh..
Beberapa hari
kemudian, keluarlah hasil PAS yang ditunggu-tunggu. Dengan bantuan Bu Nina di
ruang TIK, leger nilai sudah dihasilkan. Di saat saya melihatnya, sebuah
kejutan memaksa mata saya terbelalak lebar. Wah, Justin ada di peringkat
pertama! Betapa senangnya saya. Seketika saya teringat Justin. Pasti dia sangat
bahagia dengan kabar ini. Bukankah ini yang selalu dia idamkan. Dengan segera
saya menghubungi Justin lewat WA. Saya memberitahukan kabar bagus itu padanya.
Reaksinya sudah bisa ditebak. Kebahagiaan sangat terpancar dari
komentar-komentarnya. Doanya sudah terkabul. Pasti orang tuanya juga sangat
senang mendengarnya.
Namun,
kebahagiaannya harus tertunda. Ada kesalahan dalam penghitungan nilainya. Nilai
yang didapat sebelumnya adalah rata-rata nilai Pengetahuan saja. Belum ditambah
dengan nilai Keterampilan. Kenyataan ini membuat saya agak sedih dan bingung.
Bagaimana cara saya menyampaikannya kepada Justin? Tapi, saya harus
mengutarakan kebenarannya secepat mungkin. Ada rasa sesal di hati. Kenapa harus
terburu-buru menginformasikannya. Walaupun nasi sudah menjadi lembek, masih ada
waktu untuk memberitahukannya. Saya hubungi kembali WA nya dan menyatakan
permintaan maaf atas kekeliruan yang sudah terjadi. Untungnya, Justin mau
menerimanya dengan ikhlas. Saya masih memberikan dukungan padanya dengan
mengucapkan, "I'm very proud of you!" Dia ada di urutan kedua setelah
Nesya, dengan selisih angka yang sangat tipis. Saya terus menyemangatinya.
Masih ada semester genap yang menanti kerja kerasmu, Justin. Dan dia berkata,
"Siap, Ibu! Terima kasih atas bimbingan Ibu selama ini. Justin akan terus
berusaha menjadi yang terbaik."
Itulah Justin Si
Senyum Manis yang selalu galau dengan nilai-nilainya. Meskipun begitu, saya
tetap bangga padanya. Justin yang tak pernah menyerah. Selalu giat belajar.
Ingin selalu menjadi anak baik dan menjadi kebanggaan guru dan orang tuanya.
Demi harapannya di masa depan. Mewarisi kegagahan dan keberanian ayahnya untuk
membela negeri ini. Untuk menegakkan kebenaran di muka bumi. Untuk menjadi
generasi penerus pembela tanah air. Semoga dapat menjadi contoh untuk teman-temanmu. Tetap semangat, Justin. Ibu doakan kelak
cita-citamu tercapai. Jangan lupakan Ibu dan guru-gurumu yang lain. Dan yang
terpenting, jangan lupakan Tuhanmu..
Sampai bertemu kembali di kisah berikutnya..
Pemulis: Tuti Suryati, S.Pd
Instansi: SMPN 2 Subang
Tentang Justin, emang selalu galau akan nilai..keren dikemas begitu menarik dan apik sehingga rank dibaca...good job say!
BalasHapusAlhamdulillah..terima kasih ceu..
HapusJust Teen, sebentar lagi beranjak dewasa. Pertahankan terus semangatnya dalam menuntut ilmu.
BalasHapusSemoga menginspirasi siswa yang lain.
Always be the inspiring teacher not only for Justine but also for other Justinesππ
BalasHapusAamiin..thank you say ππ
HapusWow keren...
BalasHapusGuru yg kreatif ,aktif juga baik adalah dambaan semua siswa.Semangat terus sahabat.Semoga sukses terus.
Good job
Wow keren...
BalasHapusGuru yg kreatif ,aktif juga baik adalah dambaan semua siswa.Semangat terus sahabat.Semoga sukses terus.
Good job
Alhamdulillah.. Mksh Bu Nina ππ
Hapusjustin adalah siswa pro aktif .. kebetulan waktu kelas VIII D saya juga mengajar justin.. boleh dikata kalau dalam masalah nilai justin slalu jemput bola .. dan syukurlah sekarang justin ada dikelas yang wali kelasnya penuh perhatian... goodluck your job from miss Tuti π
BalasHapusAlhamdulillah..mksh Bunda ππ
HapusMantabsss...semangat terus menulis ttg Justin-Justin lainnya...
BalasHapusSiaap..mksh neng geulis π
Hapuswah bagus sekali ceritanya mama hasina.. aena suka membaca artikel berisi cerita pendek.
BalasHapusMakasih sayaang..π
Hapus