Minggu, 14 Februari 2021

Jangan Hujat Kami

Kumpulan Kisah Kami di Masa Pandemi (14)

Bab. 14

Jangan Hujat Kami.. 

    Banyak yang bilang katanya menjadi guru adalah pekerjaan yang paling enak. Kerjanya tak secape karyawan kantor yang pergi pagi pulang sore. Sebagian masyarakat atau bahkan pegawai pemerintahan daerah menganggap masa libur guru terlalu banyak, mengikuti liburnya siswa. Sehingga, mereka beropini kerja guru tak sepadan dengan gaji yang diterima tiap bulannya. Belum lagi, guru menerima penghasilan tambahan dari tunjangan sertifikasi.  Lengkaplah sudah kenikmatan seorang guru. Apalagi di masa pandemi seperti sekarang ini. Anggapan mereka, waktu mengajar guru tidak maksimal. Guru mengajar dari rumah. Ujung-ujungmya, vonis buruk pun keluar. Guru hanya memakan gaji buta.

     Jika saja mereka mau mengamati kerja guru sekarang ini, mungkin akan dapat menepis anggapan itu. Guru bekerja sesuai jadwal yang ditentukan oleh wakasek kurikulum. Dasar jadwal mengajar juga jelas, berasal dari Kalender Pendidikan yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan setempat. Di awal pandemi, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Subang mengeluarkan surat edaran berisi peraturan mengajar daring dari sekolah. Sebaliknya, siswa belajar dari rumah. Selain itu, guru juga harus selalu hadir dari hari Senin sampai Jumat. Tujuannya adalah untuk menghindari tudingan di atas. Jadilah kami bekerja seperti sebelum pandemi. Padahal, jadwal mengajar kami hanya 2 hari seminggu. Sisa hari yang tersedia, kami gunakan untuk membuat administrasi pembelajaran, atau memeriksa tugas-tugas siswa. Tak lupa, protokol kesehatan harus tetap kami terapkan.

    Seiring berjalannya waktu, ternyata kasus penularan Covid-19 tidak mengalami penurunan. Malah sebaliknya, semakin hari semakin meningkat. Untuk itu, keluarlah surat edaran yang baru, yang menganjurkan guru mengajar dari sekolah hanya 2 hari saja. Guru harus work from home. Karena jika tidak, dikhawatirkan justru guru yang akan terkena virus corona. Meskipun begitu, tugas yang kami laksanakan tidaklah seenak yang orang lain katakan. Efek pandemi berpengaruh pada kebiasaan belajar siswa yang sangat berbeda dengan sebelumnya. Tak semua siswa mau mengikuti pembelajaran. Dengan berbagai alasan mereka mangkir dari ajakan guru untuk belajar online. Intinya, mengajar di masa pandemi bukanlah hal yang mudah. Apalagi, guru harus mampu menguasai teknologi digital sebagai media atau alat pembelajaran yang mereka gunakan.   

    Di bulan Agustus 2020, Mendikbud mengeluarkan surat edaran tentang penggunaan Kurikulum Darurat atau Kurikulum Khusus Pandemi. Guru dihimbau untuk memilih materi esensial yang ada dalam kurikulum. Hal ini bertujuan untuk mengurangi beban siswa dalam mempelajari materi pembelajaran. Apalagi, materi yang mereka pelajari berasal dari 11 mata pelajaran. Maka, guru pun harus bisa mengintegrasikan materi pembelajaran. Dan ini membutuhkan pemikiran yang cerdas. Lalu, di mana letak enaknya jadi guru?

    Tudingan bahwa guru mendapatkan waktu libur yang banyak, tak sepenuhnya benar. Waktu libur guru sudah sesuai dengan Kalender Pendidikan yang berlaku. Bukan guru sendiri yang menetapkannya. Jika siswa libur, apakah guru harus terus mengajar? Jika guru tetap mengajar, apakah siswa dan orang tua tidak akan protes? Paling-paling nanti orang tuanya berkata seperti ini, " Kok masih belajar, Bu? Kan sekarang libur?" Penolakan justru datang lebih dulu dari orang tua siswa. Mayoritas orang tua mengeluhkan kesulitan dan kelelahannya mengawasi dan membimbing anaknya belajar dari rumah. Bagaimana pula dengan kami para guru yang mempunyai tugas ganda? Di satu pihak ada siswa yang menunggu bimbingan kami. Sedangkan di pihak lain, anak kami juga butuh perhatian. Apakah itu yang disebut kerja enak?

    Sejatinya, setiap profesi mempunyai aturan kerja yang berbeda. Untuk itu, tak etis rasanya jika kita membandingkan satu profesi dengan yang lainnya. Prinsipnya, kita sebagai pegawai sistem gaji bulanan, harus melaksanakan perintah yang diberikan dengan sebaik-baiknya. Guru adalah seorang profesional. Wajar jika kemudian ada anggapan bahwa guru harus mampu menguasai pekerjaannya, sebagaimana profesi lainnya. Keprofesionalan guru akan terlihat dari hasil yang diraih dan dirasakan oleh siswa. Pada akhirnya, semua tergantung pada kesadaran guru. Kesadaran untuk memberikan yang terbaik untuk anak didiknya. Dan yang paling utama, kesadaran bahwa pekerjaannya adalah amanat yang kelak harus ia pertanggung jawabkan di depan Sang Pencipta.. 

Subang, 14 Februari 2021

Salam persahabatan..

Tuti Suryati, S.Pd

SMPN 2 Subang






14 komentar:

  1. Hujatan itu ...semoga bisa jadi bahan introspeksi diri dan cambuk untuk bekerja lebih baik...
    Selalu bersyukur....dan menjaga amanah
    Semangat bu tuti

    BalasHapus
  2. Semangaat trs bu untuk berkarya. Insyaa Allah karya ibu membuka mata orang tentang tantangan yg dihadapi pendidik. Ibu memang guru hebat. (Eti suharti, spd)

    BalasHapus
  3. Semoga jadi motivasi untuk mencerdaskan anak bangsa semaksimal mungkin...mantul tulisannya!

    BalasHapus
  4. Mancaaap... Luar Biasa. Good.... good.... good.

    BalasHapus
  5. Mudah-mudahan ..semua tanggapan negatif kepada guru menjadikan motivasi untuk selalu meningkatkan kinerja guru dalam memberikan pelayanan terbaik untuk siswa siswinya...tetap semangat bu tuty 👍

    BalasHapus
  6. Kuat kesan masih banyak pihak yang tidak rela guru sejahtera dengan tudingan lemahnya kinerja...
    Jika mau jujur silakan bandingkan dengan kinerja pegawai distruktural dengan tukinnya yang tidak dipersoalkan....
    Tulisan ini semoga bisa menjawab dan menjelaskan.....

    BalasHapus

Guru "Smart", Guru Pemberdaya

  "Pendidikan akan menghasilkan tiga guna yang luar biasa yang dinamakan Tri Rahayu : Hamemayu Hayuning Sarirom, Hamemayu Hayuning Bong...