Jumat, 07 Mei 2021

Lakukan Proofreading Sebelum Menerbitkan Tulisan

 










Bismillaahirrahmaanirrahiim...

Alhamdulillah, siang ini saya tidak ada acara kemana-mana. Tidak pergi ke pasar mencari bahan masakan buat buka puasa dan sahur, ataupun ke sekolah menjalani tugas mengajar online. Hari ini, saya sempatkan waktu untuk kembali menyimak materi Pelatihan Belajar Menulis Gelombang 18, pertemuan yang ke-15. Bertepatan dengan hari ke-25 puasa Ramadan. Tak terasa, hanya tinggal beberapa hari lagi kita akan berpisah dengannya. Semoga kita mampu menyelesaikan puasa di bulan penuh berkah dan ampunan ini dengan lancar dan akan diterima oleh Allah Subhanahu Wata'ala.

Kelas belajar menulis kali ini menyajikan tema "Proofreading Sebelum Menerbitkan Tulisan". Bertindak sebagai narasumber, Pak Susanto, S.Pd, sedangkan moderator dipegang oleh Ibu Rita Wati. Tema yang akan saya simak mengingatkan saat saya belajar menulis bersama tim Kelas Kreatif asuhan Pak Dadan, M.Pd. Saya masih mengingat kata proofreading, self-editing, dan peer-editing. Siang ini, saya akan belajar kembali bersama narasumber yang baru saya kenal di grup ini.

Acara dibuka oleh Ibu Kanjeng pada pukul 13.03. Selanjutnya, acara dipandu oleh moderator, Bu Rita Wati. Sebagai pembuka, seperti biasa, Bu Rita menyalami para peserta dan terus menyemangati kami untuk mengikuti materi siang ini. 

Seperti biasa, sebelum memulai materi, moderator menyampaikan susunan acaranya sebagai berikut:





Pak Susanto, atau panggilan akrabnya Pa D, adalah alumnus Belajar Menuis gelombang 15. Beliau adalah seorang guru SD di SDN Mardiharjo Kabupaten Musi Rawas, Provinsi Sumatera Selatan. 

Sesaat kemudian, beliau hadir di tengah-tengah kami untuk menyampaikan materi tentang apa itu proofreading. apa kaitannya dengan editing, langkah-langkah apa yang dilakukan dalam proofreading, serta beberapa tips dalam proofreading sebelum tulisan kita diunggah ke blog atau diterbitkan.

Pak Susanto menyatakan bahwa sebenarnya beliau bukanlah proofreader profesional. Akan tetapi, beberapa teman beliau di grup menulis asuhan Omjay sering memberi kesempatan pada beliau untuk membaca naskah dan mengeditnya. Beberapa buku yang pernah diedit oleh beliau diantaranya:





































Di samping buku-buku di atas, masih banyak lagi buku yang telah melibatkan tangan dinginnya dalam menentukan judul ataupun mengeditnya. Seperti halnya buku antologi bersama Bu Kanjeng bersama para peserta kelas menulis gelombang 18 ini:









Saatnya kita memasuki sesi materi. Dalam materinya, Pak D menyebutkan definisi proofreading dari artikel yang beliau baca di beberapa website. Menurutnya, inti dari proofreading sendiri adalah aktivitas memeriksa kesalahan dalam teks dengan cermat sebelum dipublikasikan atau dibagikan. Kegiatan proofreading adalah kegiatan akhir dari menulis. 

Berdasarkan nasihat dari beberapa pakar menulis menyarankan untuk menulis tanpa memperhatikan teknisnya terlebih dahulu, abaikan kesalahan dan biarkan tulisan mengalir. Jika sudah selesai, baru kita lakukan editing.

Lebih lanjut, Pak D menyatakan bahwa kebanyakan peserta penulis akan berlomba-lomba mempublikasikan tulisannya di blog pribadi dengan cepat. Apalagi jika ada challenge atau hadiah sebagai penulis resume tercepat. Hal seperti ini baik, namun menurut beliau akan sayang jika melewatkan nilai kemenarikan tulisan karena kurang cermat dalam menulis. Untuk itulah, penting adanya proofreading. Daripada kita menyewa proofreader, lebih baik kita sendiri yang melakukannya.

Lalu apa bedanya dengan editing? Editing adalah kegiatan mengedit atau mengoreksi yang melibatkan perubahan besar pada konten, struktur, dan bahasa. Sedangkan proofreading hanya berfokus pada kesalahan kecil inkonsisten

Berikutnya, Pak D menyampaikan langkah-langkah dalam pengeditan dan proofreading:

  1. Pengeditan konten. Sebagai contohnya ketika penulis merevisi draft awal teks, yang membuahkan perubahan signifikan pada konten. Selain itu, kegiatan memindahkan, menambah, atau menghapus seluruh bagian adalah contoh lainnya.
  2. Pengeditan baris. Contoh kegiatannya adalah merevisi penggunaan bahasa untuk mengkomunikasikan cerita, ide, atau argumen seefektif mungkin.
  3. Menyalin pengeditan. Sebagai contoh pada kegiatan memoles kalimat indivudual untuk memastikan tata bahasa yang benar, sintaks yang jelas, dan konsistensi gaya.
  4. Proofreading. Di dalam kegiatan ini, ada beberapa langkah yang disebutkan oleh Pak D yaitu pertama, mengecek ejaan yang merujuk pada KBBI, walaupun ada beberapa kata yang mencerminkan gaya penerbit. Kedua, pemenggalan kata yang merujuk pada KBBI. Ketiga, konsistensi nama dan ketentuan. Keempat, perhatikan judul bab dan penomorannya.
Sejatinya, proofreading adalah kegiatan reading atau membaca yang dilakukan oleh penulis sendiri sebelum menerbitkan tulisan, untuk menilai apakah tulisan kita bisa dimengerti dan tidak berbelit-belit. Itulah sebenarnya tujuan yang diharapkan oleh penulis, supaya tulisannya dapat dimengerti pembaca.

Selanjutnya, Pak D menyampaikan proofreading dalam tulisan di blog sebelum dipublikasikan. Beberapa diantaranya adalah hindari kesalahan kecil menulis atau typo, perhatikan penulisan spasi, dan tanda baca. Pak D memberikan tips untuk menggunakan tombol CTRL bersamaan dengan huruf F (CTRL+F), lalu ketik tanda koma, nanti akan muncul highlight teks warna kuning. Setelah itu, kita periksa apakah ada kesalahan dalam hal-hal yang disebutkan di atas.

Pak D juga menyarankan untuk mempelajari dan mengikuti aturan ejaan lainnya yang ada dalam PUEBI. Meskipun blog tidak mensyaratkan bahasa yang baku (suka-suka penulis), akan tetapi setidaknya penulis mengetahui dan menerapkan aturannya, karena kita cinta Bahasa Indonesia, bukan begitu? Wah, untuk statement yang satu ini saya sangat setuju Pa D!

Tibalah saatnya pada sesi tanya jawab. Dalam sesi ini, saya juga memberikan pertanyaan tentang proofreading dan proofreader. Ternyata jasa proofreader telah banyak menjamur dan dapat dicari di internet. Salah satu link artikel tentang proofreader online yang diberikan Pa D adalah https://yoriyuliandra.com/site/2019/07/11/pengalaman-menggunakan-proofreading-online-berbayar/. Pa D juga menegaskan bahwa penulis adalah editor dan proofreader pertama.

Pertanyaan berikutnya yang sempat saya catat datang dari Bu Soleh Setiyowati dari Wangon. Bu Soleh menanyakan tentang jumlah kalimat majemuk yang sebaiknya muncul dalam 1 paragraf. Jawaban Pa D adalah kalimat tak boleh lebih dari 20 kata. Banyaknya kalimat majemuk sebaiknya proporsional sesuai dengan ide pokok paragraf. 

Demikianlah isi materi yang disampaikan oleh Pa D siang hari ini. Saya mohon maaf jika masih ada kekurangan dalam resume ini. Tak lupa, saya sampaikan banyak terima kasih pada Pa D yang telah menyampaikan materi penting ini. Semoga akan bermanfaat untuk perbaikan tulisan kami ke depannya.

Salam blogger persahabatan...

Tanggal Kegiatan: 7 Mei 2021
Resume: 15
Tema: Proofreading Sebelum Menerbitkan Tulisan
Narasumber: Susanto, S.Pd
Gelombang: 18
 


Senin, 03 Mei 2021

Jawaban Tantangan Pak Sudomo

 Baiklah, saya akan coba menjawab tantangan dari Pak Sudomo. 5 contoh tema yang saya ambil:

  1. Prahara rumah tangga akibat pandemi
  2. PJJ dan hape
  3. Nasib PKL di masa pandemi
  4. Pertemuan maya dalam layar hape
  5. Kerinduan pada siswa
Saya ambil tema yang pertama, prahara rumah tangga akibat pandemi.

Premisnya: Seorang suami yang tidak bekerja lagi akibat imbas pandemi Covid-19, sehingga istrinya pergi bersama anaknya ke kampung halaman, meninggalkannya seorang diri.

Mengenal Cara Menulis Cerita Fiksi

 









Bismillaahirrahmaanirrahiim...

Alhamdulillaahirabbil 'aalamiin, segala puji bagi Allah yang telah memberikan waktu kembali kepada kami untuk belajar menulis di pertemuan yang ke-13 ini. Siang ini, ditemani hujan yang turun tak begitu deras namun sangat menyejukkan, kami kembali mengikuti Pelatihan Belajar Menulis Gelombang 18. Kali ini, tema yang akan dipelajari mengenai "Kiat Menulis Cerita Fiksi". Sebagai narasumbernya tampil Pak Sudomo, S.Pt. Acara dipandu oleh Ibu Kanjeng atau Ibu Sri Sugiastuti.

Acara dibuka oleh Ibu Kanjeng sebagai moderator tepat pukul 13.00. Sambil menunggu narasumber menyiapkan materinya, Bu Kanjeng memperkenalkan profil narasumber kepada peserta. Pak Sudomo, S.Pt lahir di Sukoharjo pada tanggal 27 Maret 1975. Terkenal dengan nama pena Momo DM. Beliau sekarang bertugas sebagai guru IPA di SMP Negeri 3 Lingsar, Lombok Barat. Pak Sudomo adalah lulusan Universitas Diponegoro jurusan Peternakan. 

Pada bagian lain biodatanya, disebutkan bahwa Pak Sudomo telah banyak menghasilkan karya buku. Terdapat 10 buku fiksi dan 2 buku non-fiksi. Di samping itu, beliau juga telah menjuarai begitu banyak lomba menulis, baik itu puisi, cerpen, review, novel, dan cerita rakyat. Begitu juga dengan lomba menulis yang berkaitan dengan pendidikan seperti PTK dan desain pembelajaran. Sungguh luar biasa prestasi yang telah ditorehkan oleh beliau. Kalau dilihat dari usianya, beliau 2 tahun di bawah saya. Wah...salut Pak Sudomo!

Sesaat kemudian, Pak Sudomo pun hadir dan siap memberikan materinya. Tak lupa, beliau menyalami peserta terlebih dahulu. Pak Sudomo lalu memperkenalkan diri. Dalam perkenalannya, beliau juga menceritakan awal mula menyukai menulis fiksi padahal beliau mengajar IPA. Kecintaannya pada menulis fiksi semakin berkembang ketika beliau mengikuti pelatihan menulis gelombang 16. Fiksi sudah menjadi passion beliau. Tak heran, ketika sebagai peserta diwajibkan membuat resume, beliau menuliskannya dengan gaya fiksi.

Pak Sudomo menekuni dunia menulis fiksi sejak tahun 2011. Beliau merupakan anggota dari komunitas penulis fiksi. Selain otodidak, beliau juga sering berdiskusi dengan para penulis fiksi dan mengikuti pelatihan-pelatihan kelas menulis fiksi serta sering membuat antologi buku fiksi. Pada tahun yang sama, keluarlah buku fiksinya yang pertama dengan judul "Cermin", sebuah kumpulan cerita kilat, 123 kata, dengan tema besarnya tentang "Ibu".

Proses kreatif menulis cerita fiksi Pak Sudomo terus berlanjut, hingga pada tahun 2017 beliau mulai menekuni menulis cerpen. Awalnya, beliau mencoba tantangan baru dengan menulis cerpen secara duet dengan seorang penulis cerpen bernama Irit Sibarani dan berhasil menerbitkan buku kumpulan cerpen duetnya di penerbit Media Kita.

Pengalaman berikutnya, pada tahun 2017, Pak Sudomo mulai menekuni genre baru yaitu cerita anak. Beliau lalu menerbitkan buku berjudul " Pahlawan Anti Korupsi" yang diterbitkan oleh penerbit MNC, grup Gramedia. Beliau diminta menjabarkan 9 nilai anti korupsi yang ada menjadi 27 cerita. Walaupun pada akhirnya, yang disetujui oleh editor hanya 12 cerita.

Pada sesi materi, Pak Sudomo memaparkan tentang kiat menulis cerita fiksi. 


  







Sebagai penjelasannya, Pak Sudomo membaginya dengan beberapa pertanyaan:

1. Mengapa Belajar Menulis Cerita Fiksi?

Sebagai jawabannya dapat dilihat pada gambar berikut ini:









2. Apa Syarat Bisa Menulis Cerita Fiksi?

Jawabannya terdapat pada gambar berikut:








3. Apa Saja Bentuk Cerita Fiksi?

Inilah jawabannya:








4. Apa Saja Unsur Pembangun Cerita Fiksi?

Mari kita baca penjelasannya dalam gambar di bawah ini:








Lebih lanjut, Pak Sudomo menjabarkan pengertian dari tiap unsur di atas:
































5. Bagaimana Kiat Menulis Cerita Fiksi?

Berikut ini adalah ringkasannya:








Bila dijabarkan lebih luas lagi, maka akan terlihat pada gambar-gambar berikutnya:































Demikian isi materi yang disampaikan oleh Pak Sudomo. Berikutnya adalah sesi tanya jawab. Sebagai pertanyaan pertama datang dari moderator, Ibu Kanjeng. Bu Kanjeng menanyakan apakah seri atau jenis pentigraf dapat dijadikan buku antologi? Sebagai jawabannya, Pak Sudomo mengatakan pentigraf dapat dijadikan buku antologi dengan syarat mengangkat satu tema besar, atau bisa juga beberapa tema yang sejenis. Untuk outline sama seperti cerita fiksi pada umumnya.

Pertanyaan yang menarik saya ambil dari penanya bernama Ibu Setiyowati, mengenai bahasa yang digunakan untuk cerita fiksi. Pak Sudomo menegaskan bahwa bahasa yang digunakan tidak harus berupa bahasa kiasan atau majas. Kecuali dalam menulis puisi. Bahasa dalam cerita fiksi cenderung memberikan kebebasan kepada penulisnya untuk mengeksplorasi kata-kata ke dalam kalimat yang utuh. Intinya, bahasa dalam menulis fiksi harus sesuai dengan genre tulisan yang kita tulis.

Sebelum memberikan closing statement, Pak Sudomo menawarkan sebuah tantangan kepada peserta tentang tema yang dapat dikembangkan menjadi tulisan fiksi.








Wah, sebuah tantangan yang benar-benar menantang nih...

Dalam closing statement-nya, Pak Sudomo mengajak peserta untuk terus belajar dan menjadi pembelajar. Setelah itu, beliau pamit kepada peserta dan mengucapkan salam penutup.

Sebelum acara ditutup, Bu Kanjeng sebagai moderator mengucapkan terima kasih kepada Pak Sudomo atas materi yang telah disampaikan. Demikian pula saya, menghaturkan banyak terima kasih atas ilmu yang telah diberikan Pak Sudomo. Semoga dapat menerapkan ilmunya dalam menulis cerita fiksi. 

Salam blogger persahabatan...

Tanggal Kegiatan: 3 Mei 2021
Resume ke: 12
Tema: Kiat Menulis Cerita Fiksi
Narasumber: Sudomo, S.Pt
Gelombang: 18

 

 




Sabtu, 01 Mei 2021

Kupas Tuntas Penerbit Mayor

 


Bismillaahirrahmaanirrahiim...

Seperti biasa, Jumat siang pukul 13.00 adalah waktunya kembali menyimak Pelatihan Belajar Menulis asuhan Omjay, gelombang 18. Siang ini adalah pertemuan yang ke-12. Semakin bertambah pula materi yang sudah kami pelajari. Apalagi, materi hari ini masih berkaitan dengan apa yang disampaikan di hari Rabu kemarin, yaitu tentang "Penerbit Mayor". 

Dalam cuaca yang cukup panas, kebetulan saya sedang berhalangan puasa, jadi masih bisa menikmati manisan kolang kaling bersaus gula palem di siang hari, hehe... Manisan ini sangat saya sukai. Rasa manisnya berbeda dengan yang memakai gula pasir plus pewarna makanan. Apalagi jika dimakan dingin, nyeess... Jika ingin mencoba sensasinya, silakan Anda membuatnya sendiri. (Maaf, jadi melantur ke makanan ya, kan sedang puasa...)

Kembali ke materi kelas menulis, narasumber yang tampil adalah seorang direktur penerbit mayor bernama Pak Joko Irawan Mumpuni. Dari namanya saja sudah dapat dipastikan beliau pasti ahli dalam dunia penerbitan. Acara dipandu oleh moderator berpengalaman, Ibu Rita Wati. 

Acara dibuka oleh Bu Kanjeng, mempersilakan narasumber dan moderator mengisi kegiatan. Kemudian, Bu Rita melanjutkan acara dengan menyapa peserta terlebih dahulu dan selalu menyemangati kami untuk terus mengikuti kelas belajar menulis ini walaupun dalam keadaan sedang berpuasa.

Selanjutnya, Bu Wati menyampaikan susunan acara siang ini sebagai berikut:


 





Setelah itu, Bu Wati lalu memperkenalkan narasumber. Pak Joko Irawan Mumpuni adalah direktur Penerbit Andi, salah satu penerbit mayor yang sudah diakui keberadaannya berskala nasional. Pak Joko juga merupakan Ketua I IKAPI DIY, penulis buku bersertifikat BNSP, serta Assesor BSNP. 

Berikutnya, tibalah acara penyampaian materi oleh narasumber. Sebelumnya, Bu Wati mengajak peserta untuk memulai kegiatan dengan mengucapkan basmallah bersama. Dalam menyampaikan materi, Pak Joko menyajikannya melalui voice note dan slide, dengan tujuan supaya peserta dapat menulis resume dengan menggunakan bahasanya sendiri.

Materi pertama yang disampaikan narasumber mengenai penulisan buku yang diterima penerbit. Tema ini penting untuk menghindari perasaan setengah sia-sia bagi penulis karena bukunya tidak diterbitkan oleh penerbit mayor. Penulis hanya bisa menerbitkan bukunya sendiri atau oleh penerbit minor. Berbeda halnya apabila seorang penulis bisa menerbitkan bukunya melalui penerbit mayor, yang merupakan sebuah keberhasilan besar dari pelatihan menulis ini.

Sejenak, Pak Andi menampilkan profilnya dalam bentuk gambar seperti di bawah ini:









Selanjutnya, Pak Andi memberikan penjelasan tentang Produk Buku di Pasar. Lazimnya, kategori buku di pasar dibuat seperti diagram yang menyerupai sirip ikan, seperti gambar berikut (catatan: BUPEL= Buku Pelajaran, PERTI= Perguruan Tinggi):








Untuk buku teks pelajaran, Pak Joko memaparkannya seperti diagram sirip ikan berikut ini:


 






Sedangkan buku PERTI, dapat dilihat penjabarannya dalam diagram di bawah ini:








Menurut Pak Joko, seorang guru bisa saja menulis buku kategori PERTI, apalagi banyak guru sekarang sudah lulus S2 bahkan S3, seperti Omjay. Akan terlihat keren apabila seorang guru mampu menulis untuk mahasiswa.

Pemaparan berikutnya mengenai buku non teks. Diagram yang disajikan oleh Pak Joko adalah sebagai berikut:








Di tengah penyampaian materinya, Pak Joko juga menampilkan beberapa foto cover buku:
































Sebelum melanjutkan materinya, Pak Joko mengajak peserta untuk jujur pada diri sendiri. Sebagai seorang penulis, kita sebenarnya berada di level yang mana. Apakah kita berada di level paling bawah, yaitu I won't do it atau saya tidak mau belajar, lalu apa alasannya mengikuti kelas belajar menulis ini? 

Menurut Pak Joko, adalah tidak mungkin jika seorang guru tidak bisa menulis. Semua guru tiap hari menulis. Saat mengajar pun mereka menulis. Begitupun saat berkomunikasi melalui WA, guru juga menulis. Pun ketika akan diwisuda guru menulis skripsi. Kesimpulannya, tidak ada guru yang tidak bisa menulis, yang ada adalah guru malas menulis.

Sebagai gambarannya, kita bisa melihat diagram level penulis seperti di bawah ini:









Selanjutnya, Pak Joko menunjukkan sebuah gambar mengenai penerbitan buku di penerbit mayor yang penting untuk kita pelajari, sehingga penulis tidak akan bertanya lagi mengapa bukunya tidak bisa diterima oleh penerbit mayor. Pak Joko menyatakan bahwa penerbit adalah lembaga provitable, yang artinya lembaga atau perusahaan yang mencari keuntungan. Keuntungan yang diperoleh akan dijadikan sebagai gaji pegawai dan untuk kelangsungan hidup perusahaan. Sehingga, Penerbit Andi tak mungkin menerbitkan buku yang tidak diyakini akan memberikan keuntungan. Naskah yang diterima adalah naskah yang diperkirakan akan laku di pasaran. 

Berikut adalah diagram mengenai proses industri buku:


   







Gambar selanjutnya berkaitan dengan ekosistem penerbitan yang disederhanakan yang terdiri dari 4 bagian yaitu penerbit, penyalur (toko buku), pembaca (target market), dan penulis. Mengenai profit, sebenarnya yang mendapatkan keuntungan paling besar dari 4 bagian tersebut adalah penyalur bukan penerbit (40%). Sedangkan penulis hanya 5%, sementara penerbit mendapatkan 2 hingga 3% saja. Belum lagi menanggung kerugian akibat buku yang diterbitkan tidak laku.

Pemaparan selanjutnya berhubungan dengan minat baca di negara kita. Pak Joko memberi gambaran bahwa minat baca orang Indonesia masih kalah dengan negara lain di Asia. Indeks literasi kita berada di bawah negara-negara Asia yang lain disebabkan oleh hal-hal berikut ini:


 








Berikutnya, mengenai proses naskah menjadi buku. Berikut penjelasannya dalam diagram yang diberikan oleh Pak Joko:









Bagaimanakah cara kita memilih penerbit yang baik? Ada baiknya kita menyimak gambaran dari Pak Joko mengenai ciri-ciri penerbit yang baik di bawah ini:








Sebagai tambahan, Pak Joko menunjukkan ciri-ciri penerbit yang perlu diwaspadai oleh penulis. Berikut gambarannya:








Catatan terakhir yang dapat saya tulis dalam resume ini adalah tentang apa yang penulis dapatkan dari penerbitan bukunya. Gambarannya bisa kita simak sebagai berikut:








Sebagai closing statement, Pak Joko menampilkan sebuah gambar yang sangat menarik:








Demikianlah isi resume yang dapat saya tulis, semoga bermanfaat untuk pembaca sekalian. Terima kasih Pak Joko atas materi yang begitu lengkap dan gamblang mengenai penerbit mayor, khususnya Penerbit Andi, temapt di mana Anda bertugas. Besar harapan kami untuk dapat menerbitkan buku di perusahaan yang Anda pimpin, semoga...


Tanggal Kegiatan: 30 April 2021
Resume: 12
Tema: Penerbit Mayor
Narasumber: Joko Irawan Mumpuni
Gelombang: 18

Guru "Smart", Guru Pemberdaya

  "Pendidikan akan menghasilkan tiga guna yang luar biasa yang dinamakan Tri Rahayu : Hamemayu Hayuning Sarirom, Hamemayu Hayuning Bong...