Kumpulan Kisah Kami di Masa Pandemi (Part 24)
Hari ini, saya mencoba menuliskan kisah tentang kekuatan yang tersisa untuk menerima tantangan menulis setiap hari di bulan Februari 2021. Saya menulis kisah ini saat sakit maag saya kambuh sejak tadi sore, entah apa penyebabnya. Mungkin karena saya salah makan atau kondisi saya yang memang sedang tidak fit. Menjelang maghrib, maag saya semakin terasa. Sepertinya meminta perhatian yang lebih serius.
Dalam keadaan seperti itu, saya masih berusaha menyelesaikan tugas mempersiapkan materi yang akan saya berikan besok pagi. Untuk mengurangi rasa sakit, saya lalu mengonsumsi obat pereda nyeri perut yang biasa saya minum setiap sakit maag saya kambuh. Tapi, sakitnya tidak langsung berhenti, bahkan semakin menjadi. Perut rasanya kembung dan keras, belum lagi ditambah rasa seperti kain yang diperas. Subhanallah, sakitnya bukan main.
Di saat sedang sakit seperti ini, saya teringat tulisan untuk lomba yang belum saya kerjakan. Rasa bimbang muncul dan mengganggu hati dan pikiran saya. Akankah saya mampu menulis dalam kondisi sakit seperti ini atau tidak? Usaha berikutnya, saya meminum obat maag cair yang dibelikan anak saya di apotik dekat rumah. Saya tunggu reaksinya. Ternyata, tidak memberikan perubahan yang saya inginkan. Perut masih terasa penuh dan susah untuk buang angin. Sementara, jarum jam terus merangkak naik, melaju dengan cepat mendekati akhir waktu pengiriman tulisan. Saya semakin galau dan bingung.
Selanjutnya, saya japri Om Jay tentang kondisi saya. Saya menanyakan kemungkinan yang akan saya dapatkan jika saya tidak menulis hari ini. Dapatkah mengirimnya esok hari beserta tulisan berikutnya? Namun, respon Om Jay belum juga saya terima. Setelah itu, saya meminta saran kepada suami bagaimana tindakan saya selanjutnya. Dia menyarankan saya untuk beristirahat. Kesehatan adalah yang paling utama.
Karena belum merasa yakin, kemudian saya menghubungi Neng Ditta. Pertanyaan yang sama saya ajukan padanya. Neng Ditta menyebutkan bahwa sesuai dengan ketentuan yang sudah disepakati, setiap peserta harus mengirimkan tulisannya setiap hari. Jika tidak, maka panitia akan menganggap peserta gugur dari lomba. Hal ini membuat saya terus berpikir, akankah usaha saya mengikuti tantangan ini harus berakhir hari ini? Berkat saran Neng Ditta, saya menyuruh anak saya untuk menuliskan kisah ini dan saya yang bercerita.
Beberapa jam kemudian, perut saya bereaksi. Rasa mual yang sejak maghrib meronta-ronta, membuat saya tak tahan untuk muntah. Hampir semua makanan yang saya konsumsi dari siang hari, sekarang keluar lagi. Biasanya, jika ada suami di rumah akan membantu meringankan sakit saya dengan memijat leher sampai terasa lebih nyaman dan enakan. Namun, karena tempat tugasnya di luar kota, mengharuskan ia tinggal untuk 5 hari lamanya dari Senin hingga Jumat, sehingga saya harus mengatasinya sendiri.
Berkat bantuan anak saya, akhirnya tulisan ini dapat terselesaikan juga. Alhamdulillah, saya masih bisa melanjutkan tantangan menulis yang tinggal beberapa hari lagi. Terima kasih kepada Neng Ditta yang sudah memberikan semangat dan saran terbaiknya. Melalui tulisan ini, saya berpesan kepada pembaca, khususnya siswa-siswi saya, untuk tidak cepat menyerah dalam menghadapi kondisi yang sesulit apapun. Yakinlah bahwa Allah akan selalu memberi jalan dan kemudahan jika kita bersungguh-sungguh. Kisah ini adalah buktinya.
Seiring dengan berkurangnya rasa sakit setelah muntah, saya akhiri tulisan ini dengan harapan semoga tidak ada lagi kejadian tak terduga yang akan menghalangi saya dalam menyelesaikan tantangan ini. Cukup sekian dan selamat beristirahat. Semoga kesehatan saya segera pulih kembali.
Subang, 24 Februari 2021
Tuti Suryati, S.Pd.
SMPN 2 Subang
Waaahhh luar biasa menginspirasi 👍🏻 👍🏻 👍🏻 sampai merinding dan terharu membacanya.
BalasHapusSyafakillah, semoga lekas sembuh ya Ibu.
Onward never retreat ....
BalasHapusThere is a will, there is a way. Semangat, Buu. Enggal sehat deui, Ibu.
BalasHapus